kievskiy.org

Bos Bank Dunia Khawatir Invasi Rusia-Ukraina Sebabkan Resesi Global, Indonesia Bisa Kena Getahnya

Ilustrasi Perang Rusia VS Ukraina
Ilustrasi Perang Rusia VS Ukraina /Reuters/Alexander Ermochenko REUTERS

PIKIRAN RAKYAT - Invasi Rusia-Ukraina yang mulai berkecamuk pada akhir Februari lalu, masih belum menunjukkan sinyal ending hingga saat ini. Ketegangan yang berlarut-larut di dua negara itu dikhawatirkan akan memberi dampak luas pada sektor ekonomi dunia.

Salah satu kekhawatiran tersebut datang dari Bos Bank Dunia (World Bank) David Malpass. Ia memperingatkan perang di Ukraina dapat memicu resesi global. David Malpass mengatakan konflik berperan dalam mendorong harga pangan dan energi.

Ia mengambil data acuan ekonomi Jerman yang menurutnya alami perlambatan secara signifikan karena harga energi yang lebih tinggi. Ekonomi Jerman merupakan yang terbesar keempat di dunia. Invasi Rusia-Ukraina juga telah menyebabkan kelangkaan pupuk yang dapat memperburuk kondisi ekonomi di negara lain.

"Ketika kita melihat PDB global, sulit sekarang untuk melihat bagaimana kita menghindari resesi," katanya saat berbicara di sebuah acara yang diselenggarakan oleh Kamar Dagang AS, dikutip dari Sky News, Kamis 26 Mei 2022.

Baca Juga: Rusia Hancurkan 40 Kota di Donbas, Ukraina: Kami Kalah Jumlah, 8.000 Tentara Kami Ditahan

Baca Juga: Foto Korban Pemanahan di Mataram Hoaks, Polisi Tangkap Penyebarnya

"Kenyataan bahwa harga energi naik dua kali lipat sudah cukup untuk memicu resesi dengan sendirinya," tambahnya.

David Malpass mengatakan negara-negara di Eropa, AS, dan China mengalami pertumbuhan yang lebih lambat. Sementara negara-negara dunia ketiga terkena dampak inflasi yang lebih parah.

Ekonomi China telah terpukul dalam karena tekanan tambahan dari pandemi Covid-19, yang menyebabkan pihak berwenang memberlakukan pembatasan sosial di Kota besar seperti Shanghai. Krisis di industri real estate juga menambah catatan minor.

Pada bulan lalu, Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan global untuk tahun 2022 menjadi 3,2 persen dari semula 4,1 persen.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat