kievskiy.org

Dokter Relawan di RS Martir Al-Aqsa Gaza: Saya Hanya Berharap Keluarga Tetap Hidup

Warga Palestina meninggalkan rumah mereka selama serangan darat penjajah Israel, di tepi kamp pengungsi Beach di Kota Gaza.
Warga Palestina meninggalkan rumah mereka selama serangan darat penjajah Israel, di tepi kamp pengungsi Beach di Kota Gaza. /Reuters/Mohammed Al-Masri

PIKIRAN RAKYAT - Pemuda berusia 25 tahun bernama Abdelrahman Abu Shawish memutuskan untuk menjadi sukarelawan di departemen bedah Rumah Sakit Martir Al-Aqsa Gaza dan memulai tugasnya pada 10 Oktober 2023. Lulusan kedokteran dari Universitas Azhar Gaza itu sebenarnya sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke Jerman guna menjalani program residensi. 

Ia pun telah belajar Bahasa Jerman untuk menunjang kegiatannya tersebut. Namun, usai penjajah Israel menyerang Palestina, Abu Shawish harus menurunkan harapannya terhadap impiannya dan hanya berharap dirinya dan keluarganya bisa tetap bertahan di situasi yang memanas ini.

“Saya punya mimpi yang besar sebelum perang, tetapi sekarang saya hanya berharap saya dan keluarga saya tetap hidup,” katanya, dikutip dari Al Jazeera pada Selasa, 21 November 2023. 

Saat ini, Abu Shawish bersama keluarganya diketahui tinggal di kamp pengungsi Nuseirat. 

Baca Juga: Relawan di RS Martir Al-Aqsa Gaza: Tak Tahu Apa yang Terjadi Besok, Apakah Akan Hidup atau Mati

Cerita Abu Shawish Soal Kondisi di Rumah Sakit

Abu Shawish menceritakan bahwa persedia medis di rumah sakit tempatnya menjadi sukarelawan terbilang menipis. Mengingat, penjajah Israel melakukan pengepungan total yang juga membuat rumah sakit kehabisan bahan bakar, listrik, dan air bersih.

Keterbatasan itu pun menyebabkan petugas medis tak dapat merawat korban luka-luka secara bersamaan. 

“Persediaan medis kami sangat terbatas. Ketika puluhan orang yang terluka datang ke rumah sakit akibat serangan Israel, kami seringkali tidak dapat merawat mereka semua sekaligus karena kami perlu mensterilkan peralatan kami karena kami tidak mempunyai peralatan yang cukup,” ujarnya.

Kurangnya sumber daya di rumah sakit juga membuat para dokter tidak dapat berbuat lebih jauh. Perawatan yang tepat pun tak mungkin dilakukan.

“Kami tidak dapat mengeluarkan seluruh pecahan peluru dari tubuh orang yang terluka, hanya bagian yang mengancam nyawa mereka,” ucapnya. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat