kievskiy.org

Pendidikan Bukan Meyatimpiatukan Anak dan Memonsterkannya

Ilustrasi sekolah.
Ilustrasi sekolah. /Antara Foto

PIKIRAN RAKYAT - Ujian berat benar-benar sedang dihadapi sektor pendidikan pada era milenial ini, yaitu era kelahiran 80-an hingga 2000-an. Era ketika segala proses kehidupan berjalan serba cepat, serba instan. Bagaimana tidak, anak-anak masa kini mendapatkan informasi dan pendidikan tidak hanya dari guru atau orangtuanya langsung, melainkan dapat melalui berbagai macam alat teknologi canggih yang tergenggam di tangannya dan setiap saat muncul ketika dibutuhkan. Apa yang dibutuhkan, terjawab secara instan.

Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang sangat pesat, memberikan kemudahan-kemudahan dalam mengakses informasi dan pendidikan, melebihi kemudahan yang diberikan guru dan kedua orangtuanya di rumah. Kemudahan ini sekaligus sebagai jebakan yang dengan sadar dilakoninya dengan taat, ditambah tidak adanya perhatian pemerintah dalam hal regulasi pendidikan masyarakat, telah secara nyata mementahkan seluruh proses pendidikan pada lembaga formal, non formal, maupun informal.

Menelisik Makna Pendidikan

Pendidikan menurut Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 merupakan usaha sadar dan terencana untuk meuwujudkan suasana belajar dan proses pemeblajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, kepribadiannya, kecerdasan, aklak mulia, serta keagamaan, pengendalian dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Sisdiknas, 2009). Muaranya tentu mendudukkan manusia sebagai subjek dan objek pembelajaran agar menjadi mahluk yang beretika, bermoral, berbudaya, dan beradab sebagai orientasi utama. Tataran narasi yang sangat indah, namun terasa pahit getir dalam prakteknya di lapangan. Idealisme yang sangat tinggi, sehingga mustahil digapai, saking tingginya gagasan tersebut sehingga bukan upaya cerdas yang dicari untuk mencapainya, melainkan upaya menghindar dan membiarkan proses yang terjadi di lapangan.

Baca Juga: Brigjen Tumilaar Tak Kuasa Menahan Air Mata: Jangan Menakuti dan Sakiti Rakyat

Akibat pembiaran oleh pemerintah, proses pendidikan tidak dapat menghasilkan manusia berkarakter sebagaimana yang diidealitaskan dalam Undang-undang. Pendidikan berjalan liar, nilai-nilai positif berbenturan keras dengan nilai-nilai negatif yang dibawa oleh kemajuan teknologi informasi tanpa pengawasan yang memadai. Sikap serba boleh (permisif) terhadap ideologi merusak tidak diantisipasi secara serius sehingga muatan negatif lebih menonjol dan menguasai hampir semua lini hasil pembelajaran yang akan, sedang, dan telah dilaksanakan hingga saat ini.

Idealisme pendidikan nasional yang digagas Undang-undang Sisdiknas adalah membentuk mentalitas dan pribadi peserta didik yang unggul, namun dalam perjalanan membentuk mentalitas tersebut, nyaris tidak ada pengawasan sehingga liar dan berjalan 'srugal-srugul' menuju ke jurang kehancuran. Pendidikan yang berorientasi penanaman nilai budaya dan akhlak tergerus oleh pendidikan instant melalui HP, Gadget, dan media online lainnya yang lebih menarik dan efektif, tidak banyak aturan dan birokrasi. HP dan media online lainnya menjadi bagian tak terpisahkan pada generasi milenial, hampir-hampir benda gepeng itu menjadi benda kesayangannya melebihi apa dan siapa pun yang ada di lingkungan sekitarnya. Perubahan perilaku pun akan terjadi secara sistematik dan massif mengingat tuntunan moral dan etika begitu sangat tidak penting dalam dunia online.

Kebebasan anak-anak memegang peralatan komunikasi tanpa kendali, satu sisi menjadi bukti bahwa generasi masa kini akrab dengan perubahan zaman, namun karena penuh jebakan akan muatan nilai-nilai yang merusak, maka tetap harus diberikan rambu-rambu dan aturan yang jelas disertai sangsi yang tegas mengenai jam penggunaan dan konten yang diakses. Di sinilah kecolongannya sistem pendidikan kita, lepas kontrol dan tidak waspada terhadap produk pendidikan yang berjalan melenceng dari tujuan yang telah ditetapkan. Tidak adanya aturan penggunaan alat akses telekomunikasi dan informasi menjadikan proses pendidikan menjadi mentah dan tidak mencapai hasil yang diidam-idamkan. Pendidikan instan tidak membentuk pola budaya baru yang lebih humanis dan beradab.

Baca Juga: Bareskrim Kerahkan Tim Asistensi Terkait Kasus Dugaan Pemerkosaan Anak di Luwu Timur

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat