kievskiy.org

Politisasi Olahraga, Praktik Lazim Sejak 532 SM

Seorang pria berjalan melewati spanduk Piala Dunia U-20 FIFA di luar kantor PSSI.
Seorang pria berjalan melewati spanduk Piala Dunia U-20 FIFA di luar kantor PSSI. /REUTERS/Willy Kurniawan

PIKIRAN RAKYAT - Jangan campur adukan olahraga dengan politik. Itu adalah pernyataan dari Presiden RI Joko Widodo ketiga Indonesia usai gagal menjadi tuan rumah FIFA World Cup U-20 2023 pada akhir Maret lalu.

Namun kenyataannya di lapangan, praktik campur aduk olahraga dan politik masih terjadi. Di sepak bola misalnya, siapa yang tidak tahu, jika bangku Ketua Umum PSSI kerap dimanfaatkan untuk menjadi loncatan menuju jabatan tertentu? Misalnya pada era PSSI periode 2016-2020 yang dipimpin Edy Rahmayadi. Dia pernah rangkap jabatan menjadi Ketua Umum PSSI setelah terpilih menjadi Gubernur Sumatra Utara periode 2018-2023.

Lalu, sekarang muncullah kasus Erick Thohir. Menteri BUMN ini dinilai memanfaatkan kedudukannya termasuk di olahraga, mulai dari IOC member, hingga Ketua Umum PSSI untuk meningkatkan elektabilitasnya jelang Pemilu 2024.

Baca Juga: Kisruh Manipulasi PPDB

Meski belum terbukti, apakah benar kedudukan di olahraga bisa mengangkat nama atau popularitas seseorang. Tapi nyatanya olahraga memang bisa memengaruhi politik di suatu negara. Misalnya, keberhasilan Tim Piala Thomas Indonesia membawa pulang trofi pada saat kerusuhan Mei 1998. Keberhasilan mereka mengurangi ketegangan politik di dalam negeri yang menuntut Soeharto mundur saat itu.

Politik juga bisa memengaruhi kebijakan olahraga, seperti pada batalnya pelaksanaan Piala Dunia U20 atau batalnya Indonesia sebagai tuan rumah World Beach Games 2023 tepat sebulan sebelum penyelenggaraan. Walaupun alasannya adalah ketidaksiapan, tetapi hawa politik cukup terasa di dalamnya karena berhubungan dengan proses pengambilan keputusan ketatanegaraan.

Politik lewat olahraga juga bisa meningkatkan citra negara, misalnya saat Asian Games 2018. Keberhasilan Indonesia menjadi tuan rumah dadakan menggantikan Vietnam yang saat itu sedang dilanda masalah finansial, mendapatkan banyak pujian. Apalagi bukan hanya sukses menjadi penyelenggara, tetapi juga sukses dalam prestasi. Untuk kali pertama, Indonesia berhasil menembus 4 besar Asia.

Baca Juga: Jadi Salah Satu Penyumbang Sampah Terbesar di Dunia, Indonesia Butuh Banyak Food Hero

Jika negara lain mempersiapkan Asian Games dalam waktu empat tahun, Indonesia hanya dalam waktu dua tahun, karena Inasgoc dan semua pihak baru aktif bekerja sejak Maret 2016 untuk melakukan berbagai persiapan. Pangkas birokrasi pun dilakukan untuk mempermudah persiapan ketika itu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat