kievskiy.org

Skywalk dan Macan Kertas Tata Ruang Kota

Teras Cihampelas, Kota Bandung, Jawa Barat.
Teras Cihampelas, Kota Bandung, Jawa Barat. /Humas Pemkot Bandung

PIKIRAN RAKYAT - Pembangunan infrastruktur skywalk Bandung kembali dilanjutkan pada tahun 2023 dengan dana publik APBD kota, Rp23 miliar. Pembangunan skywalk pertama kali digagas oleh Wali Kota Ridwan Kamil pada 2016 sepanjang 450 m di Jalan Cihampelas bertumpuk sejajar horizontal selebar koridor jalan di bawahnya yang ditopang oleh 44 tiang pondasi dengan biaya Rp48 miliar.

Namun, pembangunan skywalk tidak termaktub dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota Bandung 2011-2031. Begitu pun dalam RTRW perubahannya tahun 2022-2042 tidak tertera jelas sebuah konstruksi infrastruktur skywalk. Tidak juga ditemui dalam RDTR Bandung 2015-2035, Peraturan Zonasi dan Rencana Strategis Kecamatan Coblong. Maka, soal pembangunan kali ini mengulang kembali cacat administrasi dan birokrasi tata ruang sebagai sesat pikir pembangunan.

Awalnya, alasan pembangunan skywalk ini untuk merelokasi 200 PKL yang semrawut di sepanjang Cihampelas. Maka, soal dengan biaya mencapai 48 miliar seperti memberikan PKL subsidi atau investasi Rp250 juta/orang. Lantas, bagaimana imbal jasa dan kontribusi yang diberikan oleh ekosistem kawasan ini terhadap rasio pendapatan daerah setelah relokasi-setelah skywalk berdiri? Karena, jika demikian PKL di Cicadas yang semrawut itu pun ingin dibuatkan skywalk termasuk tempat berjualannya dengan gratis, bahkan semua PKL di seluruh Kota Bandung pun pasti menginginkannya juga.

Baca Juga: Moral Pendidikan untuk Perbaiki Kualitas Hidup

Kemunculan skywalk di Bandung juga diklaim sebagai upaya untuk menghilangkan kemacetan di Jalan Cihampelas, tetapi kemacetan tetap terjadi. Kemacetan berkurang sejak adanya rekayasa lalu lintas mengubah arah laju Jalan Cipaganti, bukan karena skywalk.

Skywalk ini merujuk pada riset visi Bandung 2030 sebagai sistem elevated walkway yang akan dihubungkan dengan sistem transportasi masa depan seperti LRT/cable car. Namun, riset tersebut minim konsultasi, pengujian dan publikasi di hadapan publik sebagai praktik keterbukaan informasi yang dimandatkan undang-undang KIP, walau demikian pembangunan tetap dilaksanakan. Berdasarkan riset tersebut juga konon nantinya akan ada skywalk yang berada di bawah struktur rel LRT dan melipir ke jalur rel kereta api di Stasiun Bandung bagian barat dan timur sehingga warga dapat melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju Stasiun Kiaracondong atau ke Stasiun Andir. Hal yang mungkin dilakukan di masa depan, tetapi tidak realistis untuk saat ini, karena pajangan LRT-nya pun telah menghilang.

Berdasarkan kondisi eksisting dan klaim tersebut, kelanjutan pembangunan skywalk pada tahun 2023 ini yang menjadi salah satu alasan utamanya untuk lokasi pehobi permainan remote control dan arena balap drone selain juga akan dibuat area catwalk fashion show dan co-working space. Di dunia ini mungkin hanya di Bandung di mana sebuah skywalk dipakai untuk hal-hal tersebut, apakah ini cermin dari creative city dan smart city? Karena jika demikian, pehobi balap merpati dan adu layangan pun pasti ingin dibuatkan sarana prasarana hobi berharga miliaran seperti itu.

Baca Juga: Data Pribadi Bocor Lagi, Kita Hanya Ingin Pemerintah Serius Menginvestigasi

Seperti dana publik APBD Rp48 miliar untuk skywalk sebelumnya, dana 23 miliar lanjutannya ini berasal dari pajak sekitar 2,6 juta warga Kota Bandung. Adakah kepantasan dan kewajaran pembangunan dalam prioritas penggunaan anggaran publik tersebut? Sedangkan di sisi lain misalnya ratusan ribu warga Kota Bandung tidak memiliki toilet atau fasilitas sekolah umum tingkat dasar dan sarana kesehatan publik banyak yang tidak memadai.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat