kievskiy.org

Moral Pendidikan untuk Perbaiki Kualitas Hidup

Ilustrasi pendidikan, sekolah, siswa, PPDB.
Ilustrasi pendidikan, sekolah, siswa, PPDB. /Antara/Indrayadi TH

PIKIRAN RAKYAT - Jika moral berkaitan dengan akhlak dan budi pekerti, maka pendidikan bukan hanya melahirkan generasi yang bermoral, tetapi juga harus dikendalikan oleh para pihak yang memiliki moral. Untuk itu, pendidikan bukan hanya otoritas sekolah, tetapi keluarga dan masyarakat mesti menjadi bagian penting di dalamnya. Kekisruhan PPDB yang dijadikan tajuk rencana Pikiran-Rakyat.com pada 21 Juli 2023 menjadi perjalanan penting dalam pendidikan.

Mengelupasnya ikatan kekerabatan serta maraknya korupsi tidaklah lepas dari kegagalan pendidikan. Artinya pendidikan sudah dikavling menjadi bagian yang terikat langsung dengan ekonomi. Mengejar jabatan serta menumpukkan harta, bukan hanya tujuan sejumlah pihak yang berpendidikan, tetapi juga menjadikan elemen penting kebangsaan ini untuk menjadi media mengejar tujuan lain dengan mengorbankan moralnya.

Tojai’yah

Integritas agaknya perlu mengisi moral dalam membangun anak bangsa. Jika Sutor (1991), mengaitkannya dengan etika publik, maka panduannya nilai yang dipatuhi semua pihak. Bukan hanya aturan negara yang dipreteli untuk tujuan kelompok kepentingan, tetapi juga nilai agama dan budaya yang harus ditegakkan dalam kerangka membangun moral peserta didiknya. Keberhasilan semuanya tergantung pada integritas para pendidik di dalamnya.

Baca Juga: Data Pribadi Bocor Lagi, Kita Hanya Ingin Pemerintah Serius Menginvestigasi

Bisa jadi generasi penerus sedang bercermin kepada generasi pendahulunya. Mungkin frustasi muncul lantaran pendidiknya bentik curuk tanpa ing ngarso sung tulodo. Dampaknya panduan perilaku menjadi hilang. Tidak heran untuk kemudian banyak generasi milenial kehilangan semangat bersekolah. Tidak sedikit kesertaannya dalam ruang kelas terikat bargaining dengan para orangtua yang justru menempatkan status sekolah sebagai prestisenya.

Bila hal di atas terus berkembang, tidak heran bila serapi apa pun sistem PPDB pastilah melahirkan sejumlah rekayasa cerdik yang menyebabkan terjadinya kecurangan yang terjadi. Kamuflase diri sesuai dengan kriteria semua dapat dilakukan agar anaknya masuk sekolah tertentu tanpa pelibatan diri secara kaffah dalam proses pendidikan di dalamnya. Bila demikian adanya, maka sejumlah orangtua menjadi sosok yang tojai’yah dengan mengabaikan etika.

Tidak berlebihan bila Keban (2008) menyebutkan etika sebagai dimensi penting yang telah menjadi genting. Bila etika sudah diabaikan juga dalam proses pendidikan, maka tulang punggung negara sudah mulai osteoporosis. Banyaknya praktik korupsi, pencitraan, komersialisasi, eksploitasi aset negeri serta praktik sesat lainnya terus ditunjukkan oleh sejumlah elite yang tidak memiliki kecintaan kepada anak negeri dan masa depannya. Pendidikan pun berpotensi menjadi media bargaining dan transaksional kepentingan.

Baca Juga: Pentas Sosial Anak

Boleh jadi etika-moral menjadi pajangan yang didagangkan sejumlah oknum pejabat untuk menarik simpati rakyat. Pendidikan pun dijadikan pencitraan untuk menarik simpati dan melanggengkan kekuasaan. Tidak mengherankan jika Jika kemudian rakyat voice untuk mengingatkannya, maka pembungkaman bisa dilakukan dengan punishment atau reward. Pengubahan mindset akhirnya menjadi catatan untuk diperhatikan agar menganggap voice sebagai loyalitas terhadap masa depan bangsanya seperti Hirschman (1975) tuliskan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat