kievskiy.org

Pentas Sosial Anak

Ilustrasi anak.
Ilustrasi anak. /Freepik/jcomp

PIKIRAN RAKYAT - Sebut saja “D” sebagai anak berusia 9 tahun yang menjajakan  coet (ulekan) di jalanan dan “A” berusia 12 tahun sebagai anak jalanan yang mengemis di perempatan jalan di  Bandung, mereka tidak sendirian dan tampak sebagai fakta sosial yang seringkali terekam dalam kehidupan sehari-hari. Eksploitasi anak dalam ragam sosial yang nyata, maupun yang terselubung masih saja terus menjadi wacana yang seakan tak berkesudahan. Berbagai program pendampingan dan pemberdayaan belum juga mampu memberi solusi yang tepat, alih-alih profesional  yang berkelanjutan. Benar, bahwa banyak faktor penyebab terjadinya eksploitasi dan atau penelantaran anak, namun negara memiliki kewajiban untuk melindunginya.

Tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional menyajikan tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Acara puncak Hari Anak Nasional Ke-39 Tahun 2023 akan diselenggarakan di Simpang Lima Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah dengan dihadiri Presiden Joko Widodo dan sejumlah Menteri.

Melalui tema Hari Anak Nasional kali ini semoga menjadi momentum kita bersama untuk melakukan berbagai upaya dan atau refleksi sosial untuk menyadari betapa  anak dalam pentas sosial sangat penting, namun juga masih menghadapi berbagai fakta sosial yang sangat menyedihkan.

Baca Juga: Pengajar dalam Tantangan Global: Telaah Kritis tentang Kebijakan Pendidikan Guru Penggerak

Perkembangan Anak

Posisi sosial anak  dalam konstelasi kenegaraan, tentunya menjadi aset yang sangat berharga untuk keberlangsungan suatu negara dan tentunya wajib hadir secara profesional. Terlepas dari mereka, anak-anak yang “beruntung” memiliki kesempatan “terbaiknya”. Namun, di sisi lain, kita masih dihadapkan pada masalah  anak, antara lain tingginya  pekerja anak, perdagangan anak, eksploitasi seksual, pernikahan dini anak, peredaran narkoba, anak putus sekolah, stunting (giji buruk) dan sejumlah kasus lainnya.

Secara konseptual, teori perkembangan anak cukup memadai, antara lain: Sigmund Freud; Erik Erikson;  J.B Watson, dkk; Jean Piaget; John Bowlby; Albert Bandura dan Lev Vygotsky, yang masing-masing menekankan dari aspek kejiwaan, emosional, lingkungan, kognisi dan pengalaman yang dialami anak sejak 0 tahun sampai 17 tahun. Misalnya, pemikiran Erik Erikson, melalui pendekatan yang paling populer secara psikososial anak, berfokus betapa pentingnya interaksi sosial dalam lingkup keluarga inti dan masyarakat luas, termasuk dinamika konflik di dalamnya. Semua rentang waktu tumbuh kembang anak menjadi proses yang amat penting untuk dianalisis. Pasalnya, proses ini menjadi modal dasar yang berharga saat anak menjadi dewasa. Anak-anak yang tumbuh kembang dalam lingkungan yang relatif baik secara psikososial, ekonomi dan atau lingkungan  akan membentuk karakter  anak yang “tahan banting” dan mampu menyelesaikan berbagai tantangan dan atau masalah dengan baik dan tepat. Dan hal ini diperkuat oleh pemikiran John B. Watson, B.F. Skinner, serta Ivan Pavlov yang menekankan pentingnya  pengalaman individu anak sepanjang hidupnya sampai mencapai usia dewasa.

Baca Juga: Tepak Kendang Bandung Kidul

Persoalan anak yang kini mengemuka, tentunya menjadi representasi lemahnya kepedulian negara (pemerintah), termasuk lembaga terkait di daerah-daerah. Berbagai upaya intervensi dan atau pemberdayaan anak seringkali terjadi benturan kebijakan antara satu lembaga dengan lembaga lainnya, alih-alih masalah anggaran dan atau fasilitas yang memadai. Solusi yang sering muncul, tampaknya masih sporadis dan seremonial dan belum menyentuh akar masalah. Sehingga terciptalah permasalahan anak yang teramat krusial di perkotaan dan pedesaan.

Berkaitan dengan Hari Anak Nasional, di Provinsi Jawa Barat telah mengusulkan dari 80 narapidana anak yang diusulkan mendapat remisi itu, 51 anak di antaranya berasal dari LPKA Kelas IIA Bandung, kemudian 13 anak dari Lapas Kelas IIA Cikarang, 7 anak dari Lapas Kelas IIA Bekasi, 4 anak dari Lapas Kelas IIB Warungkiara, 3 dari Lapas Kelas IIA Bogor dan 2 dari Lapas Kelas IIA Cibinong. Dari 80 anak yang akan diusulkan dapat remisi, mayoritas terjerat kasus yang berkaitan dengan perlindungan anak, kasus pencurian hingga penyalahgunaan narkotika.  (PR, 19 Juli 2023). Bahkan menurut Ketua Kelompok Masyarakat Peduli Perlindungan Anak (KMPPA, 2022) Jabar, Andri Mochamad Saftari mengatakan kompleksitas permasalahan dan kejahatan anak di Jawa Barat masih marak terjadi. "Pemerintah Daerah selaku penyelenggara negara sekaligus sebagai penyelenggara perlindungan anak belum serius menjamin hak dan melindungi anak". Secara nasional, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto mengingatkan empat masalah penting yang perlu mendapat perhatian ekstra. Di antaranya, kejahatan seksual terhadap anak, kejahatan berbasis siber, pengabaian pemenuhan hak dasar anak akibat perceraian dan konflik orang tua, serta radikalisme.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat