kievskiy.org

Generasi Muda dan Politik: Mengapa Minat Berkurang?

Ilustrasi politik.
Ilustrasi politik. /Pixabay/Wokandapix

PIKIRAN RAKYAT - Menurut kabar yang belum tentu benar, mereka yang sudah tercatat sebagai calon anggota legislatif dalam Pemilu 2024, didominasi oleh yang usianya di atas 50 tahun. Mengapa yang usianya lebih muda tidak banyak muncul?

Kalau nanti pada saatnya benar seperti itu, mungkin disebabkan oleh mekanisme internal parpol yang bersangkutan. Atau bisa juga karena sebagian besar yang usianya lebih muda tidak berminat terhadap politik. Akan seperti apa implikasinya nanti?

Selama ini kita cenderung mempercayai bahwa generasi mudalah yang menjadi pendorong terjadinya perubahan sosial politik. Tapi kita juga seolah lupa, bahwa setiap kali terjadi perubahan, generasi muda yang sering menjadi tumbal.

Kita tentu masih ingat, setelah puluhan tahun berlalu, keluarga korban reformasi 1998 masih terus menuntut keadilan. Tapi jawaban yang ditunggu tak kunjung datang. Tidak mustahil, kenyataan seperti itu menumbuhkan kesan bahwa tidak setiap perubahan akan menimbulkan kondisi yang lebih baik.

Baca Juga: Dulu Kelaparan, Kini Makan Berlebihan

Apakah kondisi sosial politik kita saat ini sedang tidak baik-baik? Tensi politik dengan sendirinya akan selalu meningkat setiap menjelang pemilu.

Masih melekat dalam ingatan kita bagaimana panasnya keadaan menjelang pemilihan presiden 2019 lalu. Dalam iklim politik kita, posisi seorang presiden memang memiliki kekuasaan yang sangat menentukan. Orkestrasi politik berada di tangannya. Instrumen boleh beda tapi keharmonisannya mesti terus dijaga. Jika ada yang memperdengarkan nada yang berbeda, kemungkinannya hanya satu. Keluar dari barisan.

Padahal, kalau kita amati, setiap kali pilpres berlangsung, hasrat yang mengharap akan terjadi perubahan relatif tinggi. Yang menjadi pertanyaan, perubahan yang diharapkan itu seperti apa? Masalahnya, kalau kita membuka-buka kembali jejak yang lalu, kesimpulannya cenderung ingin mengatakan bahwa kompromilah yang akan menjadi pilihan akhirnya.

Yang menjadi persoalan, kecenderungan memilih sikap yang kompromistis tersebut terkesan dibiarkan sebagai misteri. Pengamat sejarah dan pengamat politik di negeri ini seolah tidak tertarik untuk membuka tirai misteri tersebut. Padahal, jika tirainya terkuak, pemahaman kita tentang politik maupun masalah-masalah sosial akan sangat diperkaya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat