kievskiy.org

Masifnya Alih Fungsi Lahan di Balik Bisnis Properti yang Meningkat

Foto udara perumahan subsidi di Bukit Medina, Desa Cimari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Foto udara perumahan subsidi di Bukit Medina, Desa Cimari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. /ANTARA/Adeng Bustomi

PIKIRAN RAKYAT - Kebutuhan rumah terus meningkat, bisnis properti pun terus bertumbuh seiring peningkatan kebutuhan perumahan. Di Jawa Barat misalnya, kebutuhan rumah layak terus meningkat. Jika tahun 2015 angkanya masih 1.225.737 unit, pada 2019 angka tersebut melonjak menjadi 1.905.960 unit.

Peningkatan kebutuhan rumah ini sangat terlihat terutama di kawasan perkotaan dan daerah yang berbatasan dengan perkotaan. Di kawasan Bandung Raya misalnya, pembangunan komplek-komplek baru, kavling baru menjadi pemandangan yang banyak ditemukan. Di Kabupaten Bandung salah satunya, pembangunan perumahan masif terjadi. Lahan-lahan pertanian seperti sawah, kebun, kolam, bahkan bukit-bukit di kaki gunung disulap menjadi kawasan pemukiman.

Kawasan yang dulunya hijau, asri dipenuhi pepohonan dan tanaman hijau berganti menjadi beton dan tembok-tembok rumah. Lahan yang semula dimanfaatkan sebagai area pertanian dan menjadi sumber produksi bahan pangan kini dialihfungsikan menjadi kawasan perumahan. Bukit-bukit di ketinggian ditebangi pohonnya dan kini dipenuhi dengan kawasan perumahan. Padahal lokasinya sangat riskan karena posisi pemukiman rawan jika terjadi pergeseran tanah.

Baca Juga: Peru Mitra Penting Indonesia di Amerika Latin, Tingkatkan Kerja Sama Perdagangan

Di balik tingginya kebutuhan rumah disertai pesatnya pembangunan dan makin tingginya jumlah penduduk mau tidak mau memunculkan kebutuhan properti rumah dan juga industri. Bisnis properti bergeliat, tetapi di balik itu ada ancaman alih fungsi lahan yang sangat masif. Jawa Barat menjadi salah satu provinsi dengan alih fungsi tertinggi di Indonesia.

Luas lahan sawah di Jawa Barat terus mengalami penyusutan karena alih fungsi lahan. Lahan sawah di Jabar yang sebelumnya mencapai 936.529 hektare pada 2014 menyusut menjadi 898,711 hektare pada 2017 atau menyusut seluas 37.818 hektare dalam kurun waktu empat tahun saja.

Data penyusutan luas lahan di Jabar itu didapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang diterbitkan pertama kali pada Desember 2020.

"Ada ancaman di balik prestasi infrastruktur". Begitu ungkapan yang banyak dilontarkan terkait masifnya alih fungsi lahan yang terjadi. Pembangunan tak disikapi secara arif sehingga yang terjadi adalah alih fungsi lahan secara membabi buta tanpa melihat dampak jangka panjang yang akan terjadi. Sebab, alih fungsi lahan telah menghilangkan lumbung-lumbung pangan terutama lahan pesawahan.

Baca Juga: Buta Terburuk adalah Buta Politik

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat