kievskiy.org

Kasus Korupsi BTS 4G Penuh Keganjilan, Vonis Hakim Bocor atau Sengaja Dibocorkan?

Terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo Johnny G Plate (tengah) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (3/10/2023). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan dari tujuh saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). ANTARA FOTO/Fauzan/YU
Terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo Johnny G Plate (tengah) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (3/10/2023). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan dari tujuh saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). ANTARA FOTO/Fauzan/YU /FAUZAN ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Majelis hakim yang mengadili perkara korupsi proyek base transceiver station (BTS) 4G telah menjatuhkan vonis kepada dua terdakwa yakni mantan Menkominfo Johnny G Plate dan mantan Direktur Utama Aksesibilitas Telekomunikasi Informasi (BAKTI) Kominfo Anang Achmad Latif.

Johnny G Plate divonis 15 tahun penjara, denda Rp1 miliar, dan harus membayar uang pengganti Rp15,5 miliar subsider 2 tahun penjara. Sementara itu, Anang Achmad Latif divonis 18 tahun penjara, denda Rp1 miliar, dan harus membayar uang pengganti Rp5 miliar.

Sejak awal terungkap, perkara ini menarik perhatian publik. Sosok yang paling disorot adalah Johnny G Plate. Kader partai Nasdem ini sebelumnya terkesan pribadi yang memiliki wawasan.

Publik terkejut karena dia, bersama tersangka lainnya, diduga merugikan negara Rp8 triliun (Rp 1,7 triliun di antaranya telah dikembalikan kepada negara). Sebuah angka yang tidak bisa dianggap kecil. Bagaimana pun pembangunan BTS merupakan kebutuhan masyarakat yang sangat vital.

Baca Juga: Eks Menkominfo Johnny G Plate Divonis 15 Tahun Penjara Terkait Pencurian Uang Rakyat

Dalam tuntutan, mantan Menkominfo ini diduga telah menerima Rp17,8 miliar. Di persidangan, terungkap bahwa dari uang yang dikorupsinya, oleh terdakwa di antaranya digunakan untuk sumbangan sosial, sebagian diberikan kepada kegiatan keagamaan.

Modus seperti ini sudah sering terjadi. Pelaku korupsi, barangkali untuk menutupi perilakunya yang kotor, terkesan dengan murah hati memberikan bantuan kepada lembaga-lembaga keagamaan. Oleh majelis hakim, hal itu dianggap meringankan. Pertimbangan hakim seperti itu cukup layak untuk diperdebatkan.

Jangan-jangan, ke depan akan makin banyak koruptor yang mendistribusikan sebagian harta yang dikorupsinya untuk mendukung fasilitas seperti itu dengan harapan akan meringankan vonis jika kasusnya terungkap.

Pertimbangan majelis hakim terhadap kasus Anang Achmad Latif juga cukup menarik. Dalam persidangan terungkap, sebelum vonis dijatuhkan, keluarganya telah menyetorkan uang Rp6 miliar. Majelis hakim memutuskan sebesar Rp5 miliar dianggap sebagai pembayaran uang pengganti, sementara Rp1 miliar sisanya dikembalikan kepada yang bersangkutan.

Sungguh sesuatu yang ganjil. Apa yang menjadi alasan sehingga keluarga terdakwa menyetorkan uang sebesar itu justru sebelum vonis dijatuhkan. Apakah vonis majelis hakim sudah bocor sebelumnya?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat