kievskiy.org

Pemilu 2024: Fabrikasi Pengetahuan Cederai Demokrasi

Tim pemenangan Prabowo-Gibran mengenakan atribut bernarasi politik gemoy.
Tim pemenangan Prabowo-Gibran mengenakan atribut bernarasi politik gemoy. /Instagram @prabowo

PIKIRAN RAKYAT - Dinamika politik kontemporer hari ini sedang dipertontonkan narasi-narasi yang nihil akan gagasan besar dalam menuntun peradaban bangsa. Narasi tentang politik riang gembira dan gemoy sangat masif menyihir pandangan masyarakat di berbagai media sosial.

Transformasi politik Prabowo Subianto memang sangat kental berubah drastis di Pemilu 2024. Di dua edisi pemilu sebelumnya Prabowo yang diidentifikasikan sebagai elite politik yang keras dan arogan mengubah citra kampanye politiknya.

Pertarungan wacana di ruang publik tidak terlepas dari membangun citra demi mendapatkan jabatan prestisius. Namun, memodifikasi citra personal demi menarik segmentasi pemilih pemula di 2024 ini akan berdampak hilangnya orisinalitas seorang Prabowo.

Di edisi Pemilu 2024 ini memang Prabowo tampak terlihat lebih soft dibanding dua edisi pemilu sebelumnya. Publik seolah disodorkan oleh goyangan magis seperti seorang penyihir, ketimbang membangun citra politik melalui sebuah gagasan.

Baca Juga: Pemilu 2024: Agama Bukan Bahan Gurauan, Apalagi demi Meraih Kekuasaan

Peran yang dimainkan Prabowo dengan gimik keluguannya mengingatkan pada sosok Ferdinand Marcos Jr. atau yang kerap dikenal Bongbong Marcos, Presiden terpilih Filipina saat ini, yang merupakan putra dari Presiden Filipina Ferdinand Marcos.

Di era kepemimpinan Ferdinand Marcos Filipina mengalami erosi demokrasi; dikekangnya media massa, korupsi yang merajalela dan diotak-atiknya lembaga pengadilan. Seolah tidak punya beban terhadap dosa masa lalu, jejak masa lalu keluarga ini dikaburkan, dan keikutsertaan Ferdinand Marcos Jr mencalonkan diri menjadi Presiden hingga terpilih menghapus ikatan publik akan kekejian masa kelam Filipina.

Bongbong Marcos memang dicitrakan sebagai orang yang asyik dan senang bergoyang, seolah mengupayakan diri sebagai representasi yang lekat dengan generasi Z dan Milenial di Filipina. Strategi dengan menggunakan media sosial untuk mendongkrak popularitasnya cukup signifikan, kendati narasi-narasi kediktatoran disematkan oleh lawan politiknya.

Membaca konteks dinamika politik pemilu di Filipina memberikan gambaran yang cukup riil dengan konteks politik di Indonesia saat ini. Prabowo tidak ubahnya seperti Bongbong Marcos yang mereplikasi strategi politiknya. Citra politik yang dibangun Prabowo menampilkan elite politik yang menanggalkan identitas dirinya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat