kievskiy.org

Character Building versus Skill Menuju Indonesia Maju

Ilustrasi pemuda.
Ilustrasi pemuda. /Pixabay/Niek Verlaan

PIKIRAN RAKYAT - Presiden Joko Widodo menyatakan bilamana Indonesia ingin menjadi negara maju bergantung kepada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai ‘kunci lompatan ke depan.

Kebutuhan talenta masa depan harus diciptakan dari sekarang, “Tapi bukan skill saja, bukan urusan talenta saja, tapi urusan character building. Itu yang juga menjadi kunci bagi Pembangunan SDM seutuhnya,” ujar Jokowi di Purwokerto, saat peresmian ground breaking pembangunan kampus II Universitas Muhammadiyah.

Apa yang dikemukakan oleh kepala negara tersebut tepat adanya, menimbang, kiwari banyak kasus dan tindakan yang negatif dalam kehidupan bermasyarakat disebabkan oleh karakter yang cenderung menyimpang dari prinsip manusia seutuhnya.

The best practice membuktikan, keemasan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh SDM yang berkarakter positif ditopang dengan sistem pendidikan yang mumpuni. Hal ini sesungguhnya telah diingatkan oleh Bung Karno, lewat Nation & Character Building pada pidato kenegaraan 17 Agustus 1962.

Baca Juga: Dunia Makin Muram, Indonesia Butuh Pemimpin yang Tak Cuma Kaya Gagasan

A.D. Pirous, seniman dan guru besar emeritus ITB pun pernah berujar lewat lukisannya, jika kita kehilangan kekayaan, bukanlah sesuatu hal yang besar; jika kita kehilangan kesehatan, kita kehilangan sesuatu; namun jika kita kehilangan karakter, kita telah kehilangan segala-galanya.

Berbicara mengenai karakter memang patut dibiasakan dan dididik semenjak usia dini. Tengoklah bagaimana orangtua di Jepang mendidik para putra-putrinya terbiasa membawa beban barang bawaan yang relatif berat ke sekolah tanpa perlu dibantu oleh supir ataupun pembantu.

Siswa sejak SD pun dibiasakan berjalan kaki ke sekolah secara berombongan dan di antara siswa ditunjuk leader yang bertanggung jawab atas keamanan anggotanya tiba di sekolah dengan selamat. Motto “tidur cepat, bangun cepat, dan makan pagi (hayane, hayaoki, asagohan)” telah mendarah daging bagi para pelajar.

Mereka tidak berpatokan kepada slogan ataupun orasi, tetapi kepada realitas. Maka tidak heran saat terjadi tsunami melanda Negeri Sakura tersebut, kita tidak mendengar ada aksi penjarahan, sebagaimana yang pernah terjadi misalnya di Haiti.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat