kievskiy.org

Kecanduan Media Sosial, Fenomena Global yang Mengubah Lanskap Kehidupan

Ilustrasi media sosial.
Ilustrasi media sosial. /Freepik Freepik

PIKIRAN RAKYAT - Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Fenomena ini tidak hanya membentuk cara kita berkomunikasi, tetapi juga memainkan peran penting dalam mengubah lanskap sosial, budaya, dan politik. Saat ini ada 4,95 miliar pengguna media sosial artinya 61,4 persen dari populasi manusia, mereka terkoneksi melalui beragam media sosial, dan dideteksi secara medis ada 210 juta orang mengalami kecanduan media sosial.

Indonesia memiliki risiko cukup tinggi karena menduduki peringkat ke-9 dunia, dalam peringkat penggunaan media sosial, dengan penggunaan media sosial rata-rata di 3 jam 14 menit per hari.

Media sosial secara konsep telah ada sejak tahun 1970-an di Amerika, melewati beberapa dekade berevolusi sesuai zaman dan teknologi terbaru, saat ini terminologi media sosial menurut wikipedia yakni teknologi interaktif yang memfasilitasi pembuatan, berbagi, dan pengumpulan konten, ide, minat, dan bentuk ekspresi lainnya melalui komunitas dan jaringan virtual. Media sosial mengacu pada bentuk media baru yang melibatkan partisipasi interaktif.

Menurut oldest.org, berikut 10 daftar media sosial paling awal di dunia:

  1. Six degrees diluncurkan Mei 1997, MacroView, Youthstream, status nonaktif
  2. Ryze diluncurkan Oktober 2001, Unknown, status aktif
  3. Friendster diluncurkan Maret 2002, MOL Global, status nonaktif
  4. LinkedIn diluncurkan Mei 2003, Microsoft Corporation, status aktif
  5. My Space diluncurkan Agustus 2003, Viant Technology, status aktif
  6. Orkut diluncurkan Januari 2004, Google, status nonaktif
  7. Facebook diluncurkan Februari 2004, Meta, status aktif
  8. Hi5 diluncurkan Juni 2004, The Meet Group, status aktif
  9. Bebo diluncurkan Januari 2005, The Monkey Inferno, status aktif
  10. YouTube diluncurkan Februari 2005, Google, status aktif

Kalau diperhatikan daftar di atas setelah dua dekade sebagian besar masih aktif, sebagian makin besar dengan mengokupasi atau diokupasi media sosial lainnya, seperti Facebook yang membeli Instagram beberapa tahun lalu, untuk kemudian melahirkan Thread, saingan dari Twitter atau yang sekarang dikenal sebagai X.

Sebagaimana produk teknologi lainnya, secara keseluruhan cara media sosial berevolusi dengan jalan mereplika fitur terbaik dari pendahulunya terus menerus. Dengan kecepatan evolusi yang pasti, kita melihat evolusi sekaligus dari media sosial, dari awalan konsep sederhana hingga demikian kompleks saat ini.

Secara tahapan teknologi web, sebenarnya media sosial ketinggalan dua tahap kebelakang karena masih menggunakan web 2.0, tapi yang membuat relevan sampai sekarang adalah Interaktifitas dari pengguna, untuk memfasilitasi beragam keinginan pengguna, akhirnya media sosial dibuat makin kompleks.

Cara melihat kompleksitas dari media sosial adalah memperhatikan fitur yang ditawarkan, ada tombol setting dengan berbagai fitur, tombol berbagi keluar dari media sosial tersebut, bahkan yang terbaru adalah menanamkan fitur kecerdasan buatan dalam media sosial. Kecerdasan buatan untuk media sosial biasa digunakan secara user interface ataupun untuk pengolahan data interaksi pengguna.

Sangat menyenangkan melihat jumlah like di unggahan Instagram kita yang tiba-tiba banyak, dan agak menyebalkan saat melihat like kita lebih sedikit dibandingkan pengguna lain di waktu bersamaan, atau perasaan yang tak bisa ditahan untuk segera menengok notifikasi, saat pesan masuk di gawai telepon yang bergetar dalam saku celana, berselancar di media sosial memang menyenangkan tanpa terasa beberapa jam telah kita habiskan menatap layar gawai, mengetik komentar unggahan teman atau sekadar menekan tombol like unggahan konten orang lain, kita saling memproduksi interaksi sosial lewat media sosial, akhirnya setelah berjam-jam kita berselancar media sosial lalu kita merasa bersalah karena merasa tidak produktif. Sebuah siklus perasaan keseharian antara produktif dan tidak produktif yang ditimbulkan karena keberadaan media sosial.

Faktor dopamine

Media sosial bermain dengan senyawa tubuh manusia bernama dopamine yang bekerja pada bagian otak untuk menghasilkan rasa senang, puas, dan motivasi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat