PIKIRAN RAKYAT - Menteri Ketenagakerjaan, Dr. Hj. Ida Fauziyah,M.Si. menyatakan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan terus mendorong perusahaan agar menerapkan upah berbasis produktivitas melalui instrumen penyusunan struktur dan skala upah dengan Sistem Manajemen Kinerja (SMK).
Hal tersebut dilakukan, mengingat sampai saat ini, masih terbilang sedikit industri yang telah mengimplementasikan mekanisme SMK tersebut.
“Kita masih punya pekerjaan yang cukup besar agar memastikan bahwa semua perusahaan, industri, menerapkan upah berbasis produktivitas,” ujar Menaker saat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengupahan Berbasis Produktivitas di Mojokerto, Jawa Timur, Selasa, 20 Februari lalu.
Menaker menambahkan bahwa melalui upah berbasis produktivitas, pemerintah ingin memastikan agar penetapan upah minimum tidak lagi terjadi hiruk pikuk setiap tahunnya.
Gonjang-ganjing pengupahan setiap tahun disebabkan antara lain aspek keadilan belum diperoleh. Di satu sisi, kesamarataan belum dirasakan oleh pekerja/buruh namun di sisi lain, kadang-kadang tekanan dan lain sebagainya, keadilan tidak diperoleh pengusaha. Jadi pemerintah ingin memastikan bahwasanya pengupahan itu bersifat adil, bagi baik pekerja maupun pengusaha.
Definisi
Produktivitas pada umumnya diartikan sebagai perbandingan antara input (masukan) vs output (keluaran) atau perbandingan dari hasil aktual vs hasil yang dicanangkan.
Produktivitas tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti desain pekerjaan, kondisi fisik pekerja, sarana dan prasarana pendukung kerja, dan lain-lain.
Japan External Trade Organization (Jetro) di tahun 2020 pernah melakukan survei terhadap 13.458 industri di ASEAN, 614 di antaranya berasal dari Indonesia. Alhasil, produktivitas pabrik di Indonesia berada pada urutan ketujuh di bawah Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Laos, dan Malaysia.
Survei serupa dari Asian Productivity Organization (APO) pada tahun yang sama, Indonesia menempati urutan kelima di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand.