kievskiy.org

Ormas Kreatif Bandung, Mengapa Sangat Galak di Medsos?

Pedagang di sekitar Masjid Al Jabbar, Gedebage, Bandung. Seorang pedagang menawarkan dagangannya kepada jemaah masjid.
Pedagang di sekitar Masjid Al Jabbar, Gedebage, Bandung. Seorang pedagang menawarkan dagangannya kepada jemaah masjid. /Pikiran Rakyat/Irwan Suherman

PIKIRAN RAKYAT - Bandung dikenal publik nasional bahkan Internasional sebagai barometer kota kreatif Indonesia. Ini bermula dari arus politik bukan arus kreativitas itu sendiri, karena seyogyanya praktik-praktik kreatif di kota ini telah ada, imbas warisan kota kolonial dan transformasinya menjadi kota kosmopolit- metropolis-global. 

Ruang publik Bandung menjadi eskalasi utama transformasi ini, salah satunya Car Free day (CFD) di sebagian poros jalan Dago di setiap minggunya sejak 2009. Pada pilkada Bandung 2013, Ridwan Kamil, salah satu kandidat cawalkot yang merupakan arsitek profesional tanpa jejak karir politik praktis dan birokrat pemerintahan yang dalam kampanyenya mengusung Creative-Smart City dengan jargon “Bandung Juara”. 

Mobilisasi kaum muda dalam kampanyenya menjadi determinasi Creative-Smart City di ruang publik yang secara tidak langsung membentuk formasi sosial perkotaan baru-class creative termasuk didalamnya menghadirkan ormas kreatif. 

Ridwan Kamil sebelumnya telah membentuk forum kreatif yang kemudian menjadi gerbong politik sistematis-strategis dalam peta politik kaum muda Bandung, sehingga menjadikannya wali kota Bandung 2013-2018. Gaung Creative-Smart City menyebar cepat ke seluruh Indonesia, membuatnya popular dan menjadikannya pula Gubernur Jabar 2018-2023. 

Baca Juga: AI bagi Media Massa, Ancaman atau Kesempatan Baru?

Creative-Smart city menjadi mantera kebijakan dalam menciptakan masyarakat perkotaan lebih baik, terlepas apapun yang terjadi di masyarakat bawah. Melalui kombinasi modern dan cantik serta praktik pentahelix menjadi jurus jumawa dan obat ampuh dari class creative dalam konsep creative-smart city ini yang kemudian masif diadopsi melalui kebijakan kabupaten, kota dan provinsi melalui Perda Ekonomi-Industri Kreatif, bahkan hingga level nasional.  

Pembangunan Teras Cikapundung tahun 2016 yang menggusur ratusan warga dengan frasa “penggusuran humanis” disertai stigma kumuh dan ilegal menjadi lanskap awal bagaimana creative-smart city ini bekerja dan ormas kreatif menjadi pelindung pembangunan seperti ini.

Penggusuran serupa kemudian terjadi di berbagai tempat, seperti di Kiaracondong-Jalan Jakarta pada 2017 silam hingga di Tamansari pada 2019, dan lagi-lagi untuk infrastruktur modern dan cantik. 

Baca Juga: Membedakan Rida Konstruktif dan Destruktif, Jangan Salah Kaprah

Pembangunan Skywalk pada tahun 2017an dengan anggaran total sekitar Rp70 miliar dengan dalih mengurangi macet, membuat warga sehat berjalan kaki hingga relokasi ratusan PKL. Ormas kreatif fans Ridwan Kamil ini memiliki argumentasi bahwa itu infrastruktur modern, cantik dll, lantas yang mengkritisi atau mempertanyakannya akan mengalami perundungan, cacian, makian bahkan tantangan berkelahi. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat