kievskiy.org

Puasa Ramadhan, Ketika Konsistensi untuk Taat Asas Diuji

Ilustrasi berdoa. Puasa Ramadhan, ketika konsistensi untuk taat asas diuji.
Ilustrasi berdoa. Puasa Ramadhan, ketika konsistensi untuk taat asas diuji. /Pixabay/iqbalnuril Pixabay/iqbalnuril

PIKIRAN RAKYAT - Sebentar lagi kita menyongsong bulan Ramadhan Karim. Kemuliaan Ramadhan sangat dinanti oleh umat Islam karena di dalamnya di samping diwajibkan melaksanakan ibadah puasa, juga karena pada bulan ini Al-Qur’an diturunkan—sebagai pedoman hidup umat Islam—sehingga berkonsekuensi adanya Lailatul Qadar.

Berulang kali kali kita melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan ini, tetapi berulang kali pula kita terjebak ibadah yang bersifat rutinitas yang seolah tak berdampak pada realitas sosial. Padahal ketika kita sedang berpuasa, kemahahadiran Tuhan terasa semakin dekat. Kita tidak berani melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama—makan, minum, dan yang membatalkan puasa di siang hari—padahal tidak ada yang melihat apa yang kita lakukan—karena meyakini Allah Maha Melihat apa yang kita lakukan.

Terjawab sudah pertanyaan anak gembala ‘fa aina Allah?’ pada bulan Ramadhan ini. Kejujuran, kedisiplinan, dan kepedulian adalah bagian kecil nilai yang dapat dihikmahi dalam melaksanakan ibadah puasa.

Akan tetapi, Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Hong Kong masih menempatkan kita menjadi negara yang terkorup di Asia. Amien Rais menyodorkan hasil penelitian dari World Bank bahwa dari sekira 45 bangsa di dunia, ternyata bangsa Indonesia tidak termasuk bangsa yang paling rajin. Namun dari bangsa yang malas, ternyata bangsa Indonesia menduduki ranking ketiga dari 45 bangsa itu. Dalam konteks demikian jaddidu imanakum menjadi jargon yang selalu relevan untuk terus mereformasi—dalam bahasa Umar Ibn Khaththab hasibuu qabla an tuhasabu— ibadah kita ke arah yang lebih baik dan berdampak pada realitas sosial.

Kelebihan Umat Muhammad SAW

Ketika Allah menurunkan wahyu kepada Musa AS difirmankan kepadanya: “Wahai Musa akan Aku berikan kepada umat Muhammad dua sinar yang cemerlang agar mereka tidak terjebak dalam menghadapi dua kegelapan”, Musa langsung menyahut “Ya Allah apa yang dimaksud dengan dua cahaya cemerlang itu? Dua cahaya cemerlang itu adalah cahaya Ramadhan dan cahaya Al-Qur’an. Lalu Musa bertanya lagi, apa yang dimaksud dengan dua kegelapan? Dua kegelapan itu adalah kegelapan alam kubur dan kegelapan hari kiamat”.

Dialog Allah SWT dan Musa AS ini mengindikasikan kepada kita umat Muhammad SAW. akan adanya karunia dan kelebihan yang diberikan kepadanya yang tidak diberikan kepada umat lain. Sehingga adalah sebuah kewajaran jika umat Islam memanfaatkan Ramadhan ini untuk berpuasa secara sungguh-sungguh pada siang harinya—dengan mengatur pola makannya—dan mengkaji ayat-ayat al-Quran secara intens di siang dan malam harinya. Sebuah pemandangan yang jarang difragmentasikan pada bulan lain selain bulan Ramadhan.

Modal sebagai Khalifah

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

Mengapa Allah menuntun manusia dengan firman-Nya seperti di atas? Tidak lain karena sasaran manusia hidup di dunia ini bukan hanya makanan, tetapi ada tujuan yang lebih luhur yaitu menjadi khalifah Allah di muka bumi ini (QS 2: 30). Hewan tidak perlu dituntun dengan firman, karena hewan telah diatur melalui pola insting. Herbivora tidak akan pernah menjadi karnivora, demikian sebaliknya. Tetapi manusia, jenis daging, rerumputan juga dilahapnya, jika ‘wal-wal keduawal embuh kodok embuh kadal sing penting diuntal’ maka derajat manusia lebih rendah daripada hewan—dan itu tidak layak dilakukan oleh seorang khalifah.

Dengan demikian, jika manusia ingin benar-benar mengimplementasikan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi, maka hendaklah dia mencari makan yang halal dan baik serta tidak mengikuti langkah-langkah setan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat