kievskiy.org

Kasus Korupsi Merajalela, Mungkin Kita Harus Kembali ke Akar yang Paling Mendasar: Akhlak

Ilustrasi KPK.
Ilustrasi KPK. /Antara/Sigid Kurniawan

PIKIRAN RAKYAT - Kabar burung sudah lama terdengar bahwa Ema Sumarna, Sekda Kota Bandung, menjadi incaran KPK sebagai lanjutan kasus korupsi proyek Smart City yang menimpa Wali Kota Bandung Yana Mulyana. Yana sendiri sudah divonis selama 4 tahun penjara denda Rp400 juta, ketika kemudian Emma ditetapkan sebagai tersangka kasus yang sama. Dia tidak sendirian. Ada 4 anggota DPRD Kota Bandung yang juga menjadi tersangka.

Ketika Yana ditangkap KPK, juga ada 4 tersangka lain, yakni 1 orang pejabat Pemkot dan 3 orang swasta. Total, sudah 11 orang yang berperkara dengan KPK berkaitan dengan proyek yang sama. Benar-benar sebuah persekongkolan jahat yang luar biasa. Apakah masih mungkin bertambah lagi?

Sebenarnya kita sudah agak malas berbicara tentang kasus korupsi karena bermacam pemberitaan serta komentar di berbagai media tidak membuat jera. Yang sering terdengar justru komentar sebaliknya, yakni berkaitan dengan kemudahan atau fasilitas bagi terpidana korupsi selama berada di lembaga pemasyarakatan.  

Namun, membiarkan kasus korupsi lewat begitu saja juga mengganjal di dalam hati. Pertimbangannya sederhana, jika perkara seperti itu dibiarkan, akan bagaimana jadinya negara ini? Membiarkan korupsi berarti membiarkan negara ini runtuh.

Baca Juga: Kejanggalan Suara PSI di Pemilu 2024, Mungkinkah Ada 'Leak' yang Berpihak?

Persoalannya menjadi pelik ketika kepercayaan terhadap lembaga hukum dan pengadilan dibiarkan melemah. Bukankah Polri, kejaksaan, pemasyarakatan, juga KPK merupakan lembaga yang mestinya kita percayai sebagai penopang utama berdirinya negara ini? Kalau kepercayaan kepada lembaga tersebut terus memudar, ke mana lagi kita harus berpaling? Atau biarkan saja harapan kita berkaitan dengan keadilan serta terbangunnya pemerintahan yang bersih dan kredibel dikubur dalam-dalam?

Tentu kita tidak boleh menyerah. Menurut teori yang paling sederhana, jika keadaan menjadi kritis, yang masih patut kita andalkan adalah lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan. Jika semua sudah tidak bisa diandalkan, ke arah mana harapan tersebut akan dipercayakan?

Dalam konsep kenegaraan, jika negara dalam keadaan yang tidak baik, solusinya adalah memilih pemimpin negara yang baru. Tentu dengan harapan, pemerintahan yang baru tersebut akan mampu memperbaiki berbagai kekurangan atau kesalahan pemerintahan sebelumnya.

Baca Juga: Tips Olahraga Saat Puasa Ramadhan, Atur Waktu dan Pilih Jenis yang Tepat

Dilemanya memang di sana. Jika persoalannya sudah sangat rumit, mungkin kita harus kembali ke akar yang paling mendasar, yakni akhlak. Bukankah ini terlalu abstrak? Benar. Tapi kalau kita menyimaknya lebih jauh, terbentuknya negara Indonesia di mana kita menikmatinya saat ini, berpangkal dari pemikiran atau kehendak yang juga abstrak.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat