kievskiy.org

Serangan Iran ke Israel, Pemantik Eskalasi atau Sekadar Basa-basi?

Sistem anti-rudal beroperasi setelah Iran meluncurkan drone dan rudal ke Israel.
Sistem anti-rudal beroperasi setelah Iran meluncurkan drone dan rudal ke Israel. /Reuters/Amir Cohen

PIKIRAN RAKYAT - Tanpa menunggu hingga dua minggu, seperti respons Iran terhadap serangan Israel di Damaskus, Israel merespons balik serangan Iran dalam waktu 5 hari setelah serangan 300 drone lebih dan proyektil ke wilayah Israel. Kali ini rudal Israel ditembakkan ke Kota Isfahan, Iran bagian Tengah. Selain itu, juga dilaporkan terdengar ledakan di fasilitas militer Suriah di Suriah Selatan dan wilayah Babel di Irak.

Setelah serangan Iran ke Israel, banyak pihak meragukan aksi serangan balik terang-terangan akan diambil Israel dalam merespons serangan Iran. Hal ini karena serangan Iran dapat dikatakan sebagai kerugian yang terkalkulasi akibat aksi Israel di Damaskus. Bahkan dengan tidak adanya korban jiwa dari serangan Iran ke Israel, banyak yang berpendapat bahwa serangan Iran ke Israel hanyalah serangan “basa-basi” untuk menyelamatkan muka Iran secara internasional dan di hadapan publik domestiknya.

Selain itu, Amerika Serikat dan Negara-negara Barat yang menjadi aliansi Israel juga menekan Israel dan menyatakan tidak akan mendukung aksi Israel untuk melakukan serangan balik karena akan menciptakan eskalasi konflik dan kondisi yang semakin runyam di kawasan Timur Tengah.

Israel sendiri memiliki beberapa opsi dalam merespons serangan Iran, dari yang risikonya tinggi hingga rendah. Pertama, serangan ke wilayah Iran secara langsung, yang menargetkan populasi sipil. Hal ini memiliki risiko paling tinggi, dan dapat memicu deklarasi perang antara Iran dan Israel.

Kedua, serangan ke fasilitas militer dan nuklir Iran, hal ini memiliki risiko relatif tinggi, tetapi dengan korban yang minim, dan dapat memicu serangan balik Iran yang dapat mengeskalasi konflik lebih lanjut, keuntungan yang akan didapatkan adalah pelambatan pengembangan nuklir Iran.

Ketiga, serangan kepada kekuatan proksi Iran di antaranya kelompok Houthi di Yaman, Hizbullah di Lebanon, Milisi Syiah di Irak atau ke wilayah Suriah. Hal ini memiliki risiko menengah, dan dapat memberikan efek jera kepada kelompok-kelompok tersebut yang secara sporadis melakukan serangan kepada kepentingan-kepentingan Israel selama ini.

Lalu, keempat, melakukan serangan tertutup termasuk serangan siber dengan semboyan yang selama ini dikedepankan Mossad “Neither confirm nor Deny”, yang dapat merepotkan Iran seperti serangan Stuxnet oleh Israel ke Iran. Hal ini memiliki risiko rendah, tetapi efektif dalam meredam agresivitas Iran.

Dari berbagai pilihan yang ada, Israel memilih serangan balik secara terang-terangan dan tidak mengindahkan seruan aliansinya serta sekaligus memilih bukan hanya satu, tetapi dua opsi yang dimilikinya, yaitu serangan terhadap fasilitas militer Iran dan serangan kepada proksi-proksinya. Kota Isfahan memiliki arti penting bagi Iran karena merupakan tempat bagi fasilitas militer Iran dan sangat dekat dengan Natanz yang menjadi fasilitas nuklir terbesar yang dimiliki Iran.

Walaupun lagi-lagi serangan ini sudah dikalkulasikan oleh Iran, karena sehari setelah serangan Iran ke wilayah Israel, IAEA melaporkan bahwa Iran menutup fasilitas nuklirnya di Natanz. Wilayah Babel di Irak juga merupakan tempat yang strategis. Pasalnya, wilayah ini merupakan markas bagi milisi Syiah di Irak yang selama ini memiliki kedekatan dengan Iran. Sementara di Suriah Selatan, Israel melakukan serangan ke di Al Thala dan Adra yang merupakan batalion Radar dan bandara militer yang dimiliki oleh Suriah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat