kievskiy.org

Aduan Masyarakat Seolah Tak Digubris, Tahun Ajaran Baru dan PPDB Dinilai Terlalu Dipaksakan

CALON siswa didampingi orang tua melakukan proses pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA melalui sistem zonasi di SMAN 2 Kota Bekasi, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 17 Juni 2019 lalu.*
CALON siswa didampingi orang tua melakukan proses pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA melalui sistem zonasi di SMAN 2 Kota Bekasi, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 17 Juni 2019 lalu.* /ANTARA

PIKIRAN RAKYAT - Aduan mengenai Tahun Ajaran Baru dan Penerimaan Peserta Didik Baru banyak masuk ke organisasi pemantau pendidikan seperti Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Aduan itu terkait kekhawatiran orang tua dalam hal pembelajaran di tengah pandemi virus corona serta persoalan teknis PPDB.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji mengatakan, desakan dari berbagai masyarakat untuk menunda tahun ajaran baru seperti tidak digubris oleh pemerintah. Kini, proses PPDB sedang berjalan.

“JPPI menilai PPDB kali ini terlalu dipaksakan karena hanya untuk mengikuti kalender pendidikan, tanpa mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi yang mendera masyarakat Indonesia, khususnya rakyat kecil,” katanya, Senin 8 Juni 2020.

Baca Juga: Persib dalam Sejarah: Raja Gol Maung Bandung Bernama Sutiono Lamso

Ia mengatakan, JPPI sebelumnya telah menerima 1.225 pengaduan dari masyarakat terkait pelaksanaan PPDB dan tahun ajaran baru 2020/2021. Dari total pengaduan itu, hanya ada 24% yang setuju dengan PPDB dan tahun ajaran baru pada Juli 2020. Sisanya, sebanyak 59% setuju diundur sampai situasi pandemi berakhir, dan sejumlah 17% yang setuju diundur pada Januari 2021.

“Ini menunjukkan bahwa masyarakat memang masih belum siap untuk menghadapi tahun ajaran baru,” katanya.

Ia menambahkan, alasan pengadu tidak setuju tahun ajaran baru dan PPDB dilaksanakan bulan-bulan ini beragam. Alasan yang dominan adalah terkendala persoalan ekonomi, pembelajaran daring yang tidak efektif, ketidaksiapan guru dan tenaga pendidik hingga kekhawatiran siswa terpapar virus corona.

Baca Juga: Pastikan Lulusan SD Meneruskan ke SMP, Disdik Kabupaten Bandung Jemput Bola

Terkait kendala ekonomi, masyarakat yang mengadu mengaku bulan sebelumnya menunggak SPP karena usahanya terdampak pandemi. Dengan adanya PPDB, maka ada beban biaya lagi yang harus ditanggung. Menurut Ubaid, kenyataannya proses PPDB tetap berbayar, apalagi di jenjang SMA/SMK/MA, dan juga sekolah-sekolah swasta.

Selain itu, orang tua juga banyak yang khawatir anak-anaknya berpeluang besar terpapar Covid-19. Banyak sekolah yang belum siap menerapkan protokol Covid-19 karena keterbatasan sarana dan juga sumber daya.

Menurut Jubaid, JPPI mengimbau kepada pemerintah agar menunda proses PPDB dan mengundur tahun ajaran baru sampai pandemi usai atau paling cepat Januari 2021.

Baca Juga: Selain Tidak Ada Kenaikan, Mahasiswa di Lingkungan PTKIN Juga Bisa Ajukan Keringanan UKT

“Ini harus dilakukan supaya pembukaan sekolah tidak sekedar kembali dibuka, tapi segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan matang,” katanya.

Selain itu, banyak orang tua yang terdampak secara ekonomi sehingga mereka harus mendapatkan kebijakan afirmasi. Hal ini supaya anak tidak putus sekolah.

“Ini peran yang perlu dukungan pemerintah daerah,” katanya.

Baca Juga: TNI AD Sebut akan Libatkan Teknisi Rusia untuk Selidiki Penyebab Kecelakaan Helikopter MI-175V5

Sementara itu, Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, KPAI menerima 7 pengaduan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pengaduan berasal dari DKI Jakarta (5 kasus), Banten (1 kasus) dan Jawa Barat (1 kasus). Ketiga wilayah ini termasuk yang terdepan dalam membuat juknis dan pembagian zonasi. Pengaduan diterima KPAI mulai 27 Mei sampai 5 Juni 2020.

Pengaduan PPDB berupa masalah teknis ada 4 kasus, yaitu kekeliruan pendaftar dalam mengisi data seperti asal sekolah.

“Ada pengadu yang berasal dari SMPN 6 Tangerang, tetapi salah data menjadi SMPN 6 Serang,” katanya.

Baca Juga: Dipuji Ganjar Pranowo, Petani Muda di Kopeng Banjir Rezeki saat Pandemi dan Omzet Naik 300 Persen

Selain itu, ada 3 pengaduan lagi terkait kebijakan yang dianggap tidak adil, yaitu ketetapan zonasi di DKI Jakarta yang hanya 40% dari yang seharusnya minimal 50% menurut Permendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang PPDB. Kemudian ada pengaduan terkait penggunaan indikator seleksi berupa usia.

“Semakin tua usia, peluang diterima semakin besar. Sementara anak pengadu mau mendaftar ke jenjang SMA dengan usia 14 tahun. Orangtua pengadu khawatir anaknya tidak diterima di sekolah negeri karena usianya masih terlalu muda. Padahal secara ekonomi keluarga pengadu mengalami kesulitan kalau harus bersekolah di SMA swasta,” katanya.

Retno juga menyebutkan ada satu keluarga inti beranggotakan 4 orang yang sedang menjalani isolasi di RS Wisma Atlet kebingungan mendaftarkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Mengingat sekeluarga sedang diisolasi, sementara seluruh dokumen anak ada di rumah dan bingung dengan sistem daring PPDB DKI Jakarta.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat