kievskiy.org

Pemimpin Perlu Jabatan? Menyoal Pandemi Covid-19 di Indonesia

Presiden Jokowi menghadiri Sidang Tahunan MPRI, Senin, 16 Agustus 2021.
Presiden Jokowi menghadiri Sidang Tahunan MPRI, Senin, 16 Agustus 2021. /Dok. Biro Pemberitaan Parlemen

PIKIRAN RAKYAT - James McGregor Burn menulis dengan elegan, “Krisis kepemimpinan saat ini ditandai dengan mengemukanya perilaku biasa-biasa saja atau tidak bertanggungjawab dari begitu banyak orang berkuasa, namun kepemimpinannya jarang hadir memenuhinya.”

Hal itu yang kemudian menurut Yasraf Amir Pilialang, dinarasikannya kekuasaan tanpa kuasa tentu sebuah ironi karena ia seperti kata tanpa makna, atau konsep tanpa realitas.

Sehingga Alfan Alfian mengamini pandangan ini, jika terjadi maka otoritas kekuasaan memang ada yang dipegang pemangku kekuasaan di dalam aneka paratur negara. Tetapi ia tidak mampu menunjukkan kuasanya.

Kekuasaan lantas menjadi “kekuasaan minimalis”, yakni ketika sistem kekuasaan hanya mampu menunjukkan efek yang sangat kecil, dengan efek perubahan yang sangat minim.

Baca Juga: Si Miskin dan Si Kaya Kian Berjarak, Tak Ada Solusi Tunggal Hadapi Covid-19

Pertanyaan ini boleh jadi dijawab dengan iya dan tidak. Seperti jawaban Sanborn dalam buku Wawasan Kepemimpinan Politiknya M. Alfan Alfian.

Ia berpandangan, dalam diri semua orang bisa menjadi pemimpin. Seorang pemimpin itu bisa memimpin dengan atau tanpa jabatan.

“Kita semua tahu tentang para pemimpin yang memiliki jabatan besar,” pada pandangan Sanborn, “tetapi sebenarnya mereka bukan pemimpin”. Artinya, ada seseorang jabatan formalnya tinggi, tetapi ia bukan pemimpin.

Ia berada dalam bayang-bayang sosok lain yang lebih berpengaruh dari dirinya, yang mendiktekan kebijakan-kebijakan strategis kepadanya. Kepemimpinan itu pengaruh, kata Sanborn lebih lanjut.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat