kievskiy.org

Aswaja dalam Bingkai Karakter Keindonesiaan; Mewujudkan Indonesia Sejahtera

Ilustrasi logo Nahdlatul Ulama (NU) dan konsep Aswaja kaitannya dengan keindonesiaan dan upaya menyejahterakan bangsa.
Ilustrasi logo Nahdlatul Ulama (NU) dan konsep Aswaja kaitannya dengan keindonesiaan dan upaya menyejahterakan bangsa. /Unsplash.com/Mufid Majnun Unsplash.com/Mufid Majnun

Sangat miris dan menghawatirkan melihat kondisi bangsa saat ini; kasus korupsi, krisis moral dan keteladanan, seks bebas, aborsi, hamil di luar nikah, dan kasus kriminal lainnya.

Realitas juga membuktikan berita utama media massa menunjukkan bahwa teknik kejahatan yang dilakukan saat ini tergolong sophisticated crimes yang menuntut adanya suatu keahlian khusus, seperti: pembobolan ATM, pemanipulasian pajak, lobbying kepada pengambil keputusan (makelar kasus), dan sebagainya. Melengkapi kasus sikap intoleran, sikap ekstrem, menganggap paling benar, dan ‘monopoli surga’ hanya milik golongannya.

Kasus-kasus di atas merupakan wujud realitas pendidikan saat ini dikatakan gagal karena target yang tertulis pada Undang-undang tentang tujuan pendidikan tidak menemukan hasil, tetapi malah sebaliknya moralitas peserta didik semakin turun seperti contoh di atas.

Diperlukan solusi terbaik dalam membangun pendidikan, terutama pendidikan karakter yang tidak hanya diajarkan, tetapi dipraktikkan, dibiasakan. Dalam konteks pendidikan, (solusi terbaik) bisa dilakukan melalui basis kelas, sekolah, dan komunitas untuk saling bersinergi.

Baca Juga: Masalah Kesejahteraan Buruh Terus Terjadi, Peran Menteri Ketenagakerjaan Dipertanyakan

Membentuk Karakter/Kepribadian; Menilik Peran Keluarga

Pendidikan Karakter secara sederhana diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lainnya, tabiat, dan watak. Karakter juga menyangkut bagian dari ciri kepribadian seseorang. Menurut Morison, kepribadian adalah apa yang dicapai seorang individu dengan menampilkan hasil-hasil kultural dan evolusi sosial. Sementara C. H. Judd menyatakan bahwa kepribadian adalah hasil lengkap serta merupakan hasil keseluruhan dari proses perkembangan yang telah dilalui individu.

Dalam kajian psikologi kepribadian, diungkapkan bahwa ada dua aspek utama yang membentuk karakter atau kepribadian, yakni: Pertama, temperamen; dan Kedua, watak (karakter). Temperamen menyangkut aspek biologis yang disandarkan pada konstitusi tubuh. Berdasarkan pendekatan ini, muncul sejumlah pendapat mengenai tipe kepribadian manusia. Hypocrates dan Galenus menyatakan bahwa tipe kepribadian dipengaruhi oleh jenis cairan yang dominan dalam tubuh. Lalu Kretchmer membagi tipe kepribadian atas dasar bentuk tubuh. Sedangkan Sheldon menyusun pembagian tipe kepribadian ini berdasarkan dominasi lapisan dalam tubuh. Tampaknya para pakar ini melihat hubungan antara komposisi unsur kimiawi tubuh, bentuk tubuh, dan tipe kepribadian seseorang. Unsur-unsur kimiawi tubuh yang berpengaruh dalam pembentukan aspek dari kepribadian yang disebut temperamen. Sebaliknya aspek watak atau karakter terbentuk oleh intervensi dari luar khususnya melalui pendidikan.

Pembentukan karakter pada dasarnya adalah wujud dari upaya sadar yang dilakukan untuk mengubah sikap dan perilaku. Sebagai sikap batin, karakter atau watak termasuk unsur kepribadian yang dapat diubah. Menurut Mar’at, sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman, dan penghayatan individu. Sikap merupakan prediksi posisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi.

Baca Juga: Kuatkan Perlindungan Perempuan dan Anak, PBNU Bentuk Satgas NU Women dan Bu Nyai Nusantara

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat