kievskiy.org

Dana Miliaran Rupiah Belum Dipakai Optimal, Perpanjangan Masa Jabatan Kades Bukan Satu-satunya Solusi

Unjuk rasa menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa atau kades.
Unjuk rasa menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa atau kades. /Antara/Rivan Awal Lingga

PIKIRAN RAKYAT – Desa diyakini memiliki potensi besar dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional saat pandemi maupun pascapandemi. Jika dikelola dengan baik, desa memiliki peranan yang penting dalam upaya meningkatan kualitas dan kesejahteraan masyarakat untuk mendukung pembangunan nasional.

Tak heran jika pemerintah begitu banyak memberikan perhatian pada desa, terutama dalam bentuk dana desa dengan nilai yang cukup besar. Sayang, desa belum dikelola dengan baik sehingga desa identik dengan ketertinggalan dan kantong kemiskinan.

Wakil Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University Dr Sofyan Sjaf mengatakan selama ini potensi desa tidak digarap dengan baik. Bahkan, tidak ada keseriusan dalam mendorong sektor pertanian, yang notabene identik dengan desa.

Sofyan bahkan melihat ada sedikitnya Rp2 miliar hingga Rp5 miliar uang yang berputar di desa per bulan, hanya dari sektor pertanian. Itu baru perputaran uang di desa untuk 42 jenis kebutuhan pokok kita, belum potensi lain-lain di desa, per bulan untuk wilayah Pulau Jawa.

Baca Juga: Kepala Desa Minta Masa Jabatan Ditambah, Jokowi: Silahkan ke DPR

Di luar Pulau Jawa, perputaran uangnya memang lebih sedikit, yakni maksimal Rp2 miliar per bulan untuk 42 jenis kebutuhan pokok masyarakat. Dengan hitung-hitungan kasar, Sofyan menilai ada sedikitnya potensi Rp70 miliar perputaran uang di desa per tahun yang selama ini belum dikelola dengan baik.

Mungkin karena menyadari potensi besar ini pula, para kepala desa ingin masa jabatan mereka diperpanjang menjadi 9 tahun dari semula 6 tahun. Isu perpanjangan masa jabatan kepala desa ini disuarakan para kepala desa yang berdemonstrasi menyuarakan aspirasi di depan Gedung DPR, pekan lalu.

Mereka menilai perpanjangan masa jabatan akan menghemat biaya pilkades. Selain itu, mereka juga mengeklaim upaya ini agar kebijakan mereka bisa tuntas direalisasikan. Sebab, jangankan kades, kebijakan bupati, gubernur, bahkan menteri dan presiden saja selalu berubah saat berganti kepemimpinan. Oleh karena itu, mereka meminta Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 direvisi, sehingga masa jabatan yang semula 6 tahun bisa menjadi 9 tahun.

Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengkritisi usulan ini. Ubedilah mengatakan, perpanjangan masa jabatan kepala desa tersebut dapat merusak demokrasi. Selain itu, masa jabatan yang semakin panjang juga rentan tindak pidana korupsi serta otoriterian.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat