kievskiy.org

5 Pilar yang Harus Diperhatikan untuk Mendorong Produktivitas Kerja dan SDM Andal

Ilustrasi pekerja.
Ilustrasi pekerja. /Pexels/Denniz Futalan

 

PIKIRAN RAKYAT - Di tengah riuhnya kontroversi undang-undang tentang Cipta Kerja, semakin menegaskan bahwa urusan kerja atau bekerja menjadi isu sentral yang sensitif, bersentuhan dengan kepentingan para pihak terutama pekerja.

Bekerja adalah aktivitas kebutuhan hidup seseorang. Abraham Maslow dalam Need Hierarchy Theory atau A Theory of Human Motivation (1943) menyatakan, kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak, meliputi kebutuhan biologis dan psikologis berupa materiil dan nonmaterial. (Hasibuan, H. Malayu S.P., 2007: 104).

Dari semua tingkatan kebutuhan, Maslow mengatakan kendati manusia berhasil memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu sandang, pangan, dan papan manusia tetap harus bekerja, masih ada kebutuhan lain yaitu kebutuhan penghargaan dan aktualisasi.

Baca Juga: Pertemuan Jokowi dengan 5 Ketum Parpol Jadi Sinyal Keberadaan King Maker Pilpres 2024

Dalam perspektif Islam, bekerja dimaknai sebagai ibadah, bukan sekadar duniawi tapi ukhrawi (akhirat). Q.S An-Nisa’ ayat 95 menyebutkan:

“Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala besar”.

Kata kunci terkait produktivitas adalah “berjihad”. Harus dipahami secara konseptual bukan kontekstual. “Berjihad” cenderung diartikan “berperang” secara fisik. “Berjihad” memiliki makna lebih luas dan mendalam, dapat diartikan “bekerja”.

Baca Juga: Indonesia Harus Segera Membuat Aturan Peningkatan Kekayaan Secara Tidak Wajar

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat