kievskiy.org

Kehidupan seperti Sepak Bola, Ada Kartu Merah bagi yang Melanggar

Ilustrasi sepak bola.
Ilustrasi sepak bola. /Pixabay/jarmoluk

PIKIRAN RAKYAT - Meskipun tidak bertindak anarkistis seperti di lapangan ketika klub pujaannya kalah, para pecandu sepak bola di tanah air sangat kecewa ketika negara kita batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 tahun 2023. Beragam komentar kekecewaan mereka tumpahkan di lapangan dunia maya. Presiden Jokowi pun turun tangan mendinginkan situasi agar semua pihak tidak saling menyalahkan seraya mengajak semua pihak untuk mengambil pelajaran dari peristiwa pahit tersebut.

Seperti itulah permainan sepak bola yang menjadikan dunia ini hingar bingar. Terlebih-lebih ketika sepak bola sudah menjadi industri seperti sekarang ini, persaingan, gengsi, fanatisme, dan perolehan sejumlah cuan menambah semakin ramainya dunia olahraga terpopuler ini. Sebagai sebuah industri, kini sepak bola bukan olahraga, tapi juga menyangkut harga diri, profesi, kompetensi, dan kelangsungan hidup pemilik klub, para manajer, dan pemain.

Secara filosofis terdapat sisi analogis permainan sepak bola dengan kehidupan. Apabila kita renungkan, kehidupan kita pun layaknya permainan sepak bola. Kita berlari ke sana kemari untuk mendapatkan bola kehidupan. Kita dituntut menjadi pemain yang dapat menangkap bola kehidupan dengan baik tanpa melanggar peraturan dan tanpa mencederai siapa pun.

Baca Juga: 5 Pilar yang Harus Diperhatikan untuk Mendorong Produktivitas Kerja dan SDM Andal

Bola kehidupan yang sering kita kejar adalah kekayaan, pangkat, jabatan, kekuasaan, bahkan popularitas. Kita harus berupaya mendapatkannya dengan melakukan permainan cantik seraya menaati peraturan, baik peraturan agama maupun hukum positif yang telah disepakati bersama.

Seorang pemain sepak bola kehidupan yang baik akan merasa takut jika ia melanggar peraturan yang telah ditetapkan, sebab jika ia melanggarnya akan berisiko mendapatkan 'kartu merah' yang akan menjadikan kehidupannya menderita. Orang-orang yang melakukan perbuatan jahat, licik, dan korup ketika mengikuti 'permainan' sepak bola kehidupan, secara lahiriah nampak bahagia, tetapi secara psikologis jiwanya menderita.

Aristoteles, filosof Yunani pernah berkata, “Pada hakikatnya, kejahatan dan perbuatan korupsi itu merusak jiwa pelakunya. Jika seseorang berbuat jahat, bertindak korup hanya tampak lahiriahnya saja ia menang, senang, dan berkuasa, tetapi sebenarnya jiwanya menderita. Orang yang berbuat jahat, korup, sebenarnya telah menghancurkan jiwanya sendiri.”

Baca Juga: Pertemuan Jokowi dengan 5 Ketum Parpol Jadi Sinyal Keberadaan King Maker Pilpres 2024

Sebagai pemain sepak bola kehidupan yang baik selayaknya kita tidak hanya piawai menangkap atau mendapatkan bola kehidupan, tetapi juga harus memiliki tekad kuat untuk mengoperalihkan bola kehidupan kepada pemain lainnya. Salah satu bola kehidupan yang sering kita cari, selalu ingin menangkapnya, dan kita memiliki kewajiban untuk mengoperalihkannya kepada pemain lain adalah kekayaan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat