kievskiy.org

Kasus BTS 4G yang Libatkan Johnny G Plate Jadi Pembuktian Integritas Penegakan Hukum

Ilustrasi penegakan hukum.
Ilustrasi penegakan hukum. /Pexels/Sora Shimazaki

PIKIRAN RAKYAT - Apa boleh buat? setahun lebih menjelang momentum Pemilu 2024, penetapan status sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek stasiun pemancar (base transceiver station/BTS 4G) di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar  berlanjut dengan penahanan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate oleh Kejaksaan Agung, Rabu, 17 Mei 2023, mau tidak mau telah memunculkan persepsi publik bahwa peristiwa ini lebih bermotifkan politik alih-alih penegakan hukum.

Tentu sah-sah saja masyarakat berpikir demikian dan memang wajar. Apalagi sebelumnya, publik disodorkan dinamika politik yang menunjukkan ada gelagat berpalingnya salah satu partai politik dari koalisi pemerintah. Partai Nasional Demokrat (Nasdem) sebagaimana diketahui telah menentukan sosok calon presiden yang dalam persepsi publik mungkin berbeda dengan pilihan pihak penguasa saat ini.

Kemudian dalam struktur kelembagaan bernegara, Kejaksaan Agung merupakan instrumen penegakan hukum (pengacara negara), berada di barisan eksekutif atau di bawah kendali langsung oleh presiden. Hal ini bisa menimbulkan tafsir bahwa presiden bisa mengontrol arah Kejaksaan Agung karena Jaksa Agung juga ditunjuk oleh presiden.

Baca Juga: Kebangkitan Nasional: Bangkitkan Kemuliaan Moral demi Terhindar dari Kemunduran

Hal-hal demikian membuat logika berpikir sederhana. Publik akan mengaitkannya dengan momen kontestasi politik yang sebentar lagi menjelang. Hal demikian sangat lumrah untuk diterima. Hanya saja, kita tetap harus mendudukkan perkara seperti ini dari pandangan normatif. Kita sepakat bahwa dari sudut apa pun, korupsi adalah kejahatan masif yang tentu saja harus kita enyahkan.

Meski kita juga tetap berpijak pada kritisisme agar setiap langkah penegakan hukum memang dilakukan dengan tanpa pandang bulu apalagi tebang pilih. Upaya penegakan hukum harus mutlak dilakukan demi hukum itu sendiri dan demi keadilan. Bukan dimensi politik sebagai sandaran!

Hukum sebagai Panglima

Salah seorang “bapak hukum” Indonesia, Mochtar Kusumaatmadja, pernah menyatakan bahwa hukum itu adalah “panglima”. Pendapat tersebut sangatlah tepat. Artinya, semua aspek dalam kehidupan ini haruslah diatur oleh hukum. Kemudian, Hans Kelsen dengan teorinya hukum murni (the pure theory of law) pada intinya menekankan bahwa hukum itu harus dijaga kemurniannya. Yaitu, berpegang pada norma atau kaedah yang sudah ditentukan.

Baca Juga: Masa Suram KPK Setelah Undang-undang Direvisi

Singkat kata, sejatinya hukum tidak boleh diintervensi oleh anasir-anasir non-yuridis, seperti politik, sosial, ekonomi dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar hukum benar-benar dijadikan pegangan. Maka, barang siapa yang melanggarnya harus dikenakan sanksi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat