kievskiy.org

PPDB Zonasi dan Ketidakjujuran Orangtua

Ilustrasi siswa saat mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Ilustrasi siswa saat mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). /Antara/Nyoman Hendra Wibowo

PIKIRAN RAKYAT - Miris sungguh mendengar bahwa pada PPDB tahun 2023 ini terdapat kecurangan-kecurangan, terutama berkaitan dengan sistem zonasi. Pemalsuan alamat/domisili dengan tujuan agar bisa masuk ke sekolah pilihan banyak dilakukan oleh orangtua calon peserta didik. Praktik semacam ini seolah menjadi tren ketika satu sama lain bersepakat untuk menghalalkannya, dan menjadi hal yang banal dilakukan. Tentu saja, perilaku tidak jujur tidak bisa ditolerir sama sekali! Sungguh memalukan saat semua pihak menikmati hasil curang tanpa merasa risih bahwa sesungguhnya mereka sedang menanamkan ketidakjujuran kepada calon peserta didik.

Setidaknya ada tiga pihak yang terlibat dalam praktik penanaman ketidakjujuran itu, yakni orangtua, lembaga pengurusan kependudukan, dan pihak sekolah. Meskipun ketiganya tidak saling bertemu, tetapi secara seksama mereka bergerak menuju satu tujuan: membiarkan koridor ketidakjujuran terbuka untuk dimasuki.

Tidak ada yang salah sebenarnya dengan sistem zonasi. Pemerintah melalui program nawa cita Presiden Jokowi, mencanangkan sistem zonasi dengan tujuan untuk pemerataan. Sistem zonasi merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional.

Sejatinya, sistem zonasi ini mampu mengantisipasi terjadinya eksklusivisme dan diskriminasi, sehingga tidak ada lagi klasifikasi sekolah favorit dan non-favorit. Sekolah favorit selalu dicari dan menjadi incaran calon peserta didik dari keluarga mampu, sementara sekolah non-favorit tidak dilirik meskipun jarak dari rumah dekat. Jika kondisi ini dibiarkan akan terjadi persaingan tidak sehat, baik di pihak pendaftar maupun antar sekolah. Maka sistem zonasi menjadi pencair kondisi rigid itu.

Baca Juga: Sistem Zonasi, PPDB Rentan Manipulasi Data

Kecurangan PPDB

Kondisi yang terjadi di lapangan saat sistem zonasi ini diberlakukan adalah rentannya terjadi kecurangan. Orangtua, dengan berbagai alasan, tetap mencari sekolah yang difavoritkan ketimbang memilih sekolah setempat namun tidak masuk perhitungan menurut pertimbangan mereka sendiri. Praktik-praktik kecurangan ditempuh dengan: (1) menitipkan anaknya di salah satu keluarga/kerabat yang dekat dengan sekolah tujuan, dengan cara meminta RT/RW atau desa/kelurahan setempat mengeluarkan surat keterangan domisili; dan (2) pemalsuan kartu keluarga (KK) atau menggunakan KK orang lain.

Pengaturan keterangan domisili, baik melalui surat keterangan biasa maupun dengan pemalsuan KK, menjadi metode yang ampuh untuk mengelabui panitia PPDB. Beberapa sekolah kecolongan dan para pemalsu domisili melenggang menjadi peserta didik baru di sekolah tujuan. Kondisi justru akan menjadi parah jika semua pihak yang terlibat menisbatkan tahu sama tahu (TST) sebagai kesepakatan tidak tertulis. Orangtua ‘dihalalkan’ dengan ke-keukeuhannya; pemberi keterangan kependudukan ‘meungpeun carang’ atas ketidakprofesionalannya; dan sekolah ‘innocent’ dengan tindakannya demi pemenuhan kuota jumlah peserta didik yang berkaitan langsung dengan dana BOS.

Bersyukur di Jawa Barat praktik ketidakjujuran ini langsung ditindak tegas oleh Gubernur Ridwan Kamil. Setidaknya dari peristiwa dicoretnya 4.791 calon peserta didik menjadi warta jera bagi orang tua dan calon peserta didik di masa yang akan datang. Pengawasan tentu harus dilakukan secara ketat bagi pihak yang mengeluarkan keterangan domisili dan pihak sekolah.

Baca Juga: PPDB Berkeadilan, Menentukan Nasib Jutaan Anak

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat