kievskiy.org

Prinsip Hukum Konektivitas dalam Kasus Basarnas

Ilustrasi pejabat Basarnas.
Ilustrasi pejabat Basarnas. /Antara

  PIKIRAN RAKYAT - Polemik peradilan mana yang berwenang mengadili dugaan kasus suap pengadaan alat-alat di Basarnas yang melibatkan Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya “HA” dan Koordinator Administrasi (Korsmin) Kasabarnas, Letkol. ABC, terus mengemuka.

Salah satu opsi untuk menyikapi pro dan kontra penuntasan peristiwa pidana yang menarik perhatian publik tersebut adalah prinsip hukum koneksitas.

Adapun dasar pemikiran hal di atas, sehubungan kejadian tersebut melibatkan pihak sipil (swasta) yang tunduk pada ranah peradilan umum dan militer (aktif) yang tunduk pada peradilan militer.

“Payung” hukum yang menguatkan hal di atas, antara lain terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), UU. No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, serta UU. No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.

Baca Juga: Revolusi Mental di Era Digital

Pasal 89 KUHAP jo. Pasal 198 UU. No. 31 Tahun 1997, telah mengatur untuk tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang tunduk pada peradilan umum dan militer diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan bersama Menteri Kehakiman, di mana perkara ini diputuskan harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Sebagai tindaklanjutnya, maka penyidikan perkara pidananya dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri atas Polisi Militer, Oditur, dan Penyidik dalam lingkungan peradilan umum, sesuai dengan wewenang masing-masing, menurut hukum yang berlaku untuk penyidik perkara pidana.

Sementara untuk penetapan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang akan mengadili perkara pidana ini akan dilakukan penelitian bersama oleh jaksa dan oditur dan dituangkan dalam sebuah berita acara, di mana bilamana terdapat persesuaian pendapat tentang pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut, hal ini dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada Jaksa Agung dan oleh Oditur kepada Oditur Jenderal.

Baca Juga: Masa Depan KONI: Tantangan dan Peluang untuk Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional

Bilamana titik berat kerugian yang ditimbulkan dalam sebuah tindak pidana terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili pada kepentingan umum dan menjadi lingkup dari peradilan umum, maka perwira penyerah perkara, segera membuat surat keputusan yang diserahkan melalui oditur kepada penuntut umum untuk dijadikan dasar mengajukan ke pengadilan negeri yang berwenang.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat