kievskiy.org

Agustusan di Baduy Luar, Masyarakat Baduy Berkhidmat kepada Negara dengan Caranya Sendiri

Ilustrasi - Warga suku Baduy Luar membawa sembako menuju rumahnya di Desa Kanekes, Lebak, Banten, Senin (15/2/2021).
Ilustrasi - Warga suku Baduy Luar membawa sembako menuju rumahnya di Desa Kanekes, Lebak, Banten, Senin (15/2/2021). /ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas

PIKIRAN RAKYAT - “Kami urang Kanekes-warga Baduy patuh ka nagara jeung patuh ka pamimpin. Salah sahiji buktina masyarakat Kanekes, saban tahun Agustusan ilu biung datang kumpul ka tempat upacara anu sok diayakeun di terminal Ciboleger”. Kami warga Kanekes atau baduy taat kepada negara dan pemimpin negara. Salah satu buktinya warga Kanekes setiap tahun datang berkumpul dan berbaur dengan masyarakat lain untuk melakukan Upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia di Terminal Ciboleger. Demikian diutarakan oleh salah seorang warga Baduy Luar yang berdomisili di Kampung Kaduketug seperti dikemukakan Bapak Usep Suhendar, SPd.MSi. Kepala SDN II Bojong Menteng kampung Ciboleger Kecamatan Leuwi Damar Kabupaten Lebak. Salah satu sekolah yang paling dekat dengan warga Kanekes Baduy luar.

Kami ngarasa bungah kusabab lain ngan upacara naekeun bandera doang tapi sok loba tongtonan hiburan. Pokona rame. Sok aya tanding balap karung, pagancang gancang mawa kaneker (gundu) pikeun barudak laleutik. Anu leuwih sugema deui biasana loba hakaneun anu ngareunah jeung loba piliheun”. Kami merasa bersuka cita, karena bukan sekedar mengikuti upacara, tetapi juga banyak tontonan dan hiburan. Pokoknya meriah. Ada pertandingan balap karung, pertandingan membawa kaneker (dadu). Juga tersedia aneka ragam makanan yang enak dan lezat.

Itulah ekspresi warga Baduy Luar yang berdomisili di Kampung Kaduketug Desa Kanekes Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Kampung ini merupakan pemukiman terdekat warga Baduy Luar yang berbatasan dengan Desa Bojongmenteng. Dalam rangka ikut serta memperingati HUT Kemerdekaan RI setiap tahunnya, di bawah komando Bapak Jaro (Kepala Desa) Saija, warga Baduy Luar selalu ikut berpartisipasi pada upacara HUT RI. Mereka baur dan berkolaborasi menjadi peserta upacara bersama warga Desa Bojongmenteng. Pelaksanaan upacara dipusatkan di Terminal Ciboleger dengan penuh hikmat. Upacara dihadiri oleh segenap aparat Desa Kanekes, para tetua adat, kaum muda/mudi Baduy Luar dengan penuh antusias. Dan yang tak kalah pentingnya, pelaksanaan upacara di Ciboleger sering didokumentasikan dan siaran langsung oleh kru channel televisi, di antaranya TVRI. Semangat dan patriotisme sebagai WNI, warga Baduy sangat luar biasa.

Baca Juga: Ironi Minyak Goreng: Mampu Jadi Penguasa Global, tapi Harga Komoditas Dikendalikan Bursa Tetangga

Tatali Karuhun

Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat adat etnis Sunda. Mereka saat taat pada adat istiadat leluhurnya. Mereka tidak boleh sekolah. Tidak boleh memafaatkan teknologi dan hidup sesuai dengan adat leluhurnya. Saat ini, populasi warga Baduy mencapai 26.000 orang, mendiami total tanah Ulayat Baduy seluas sekitar 5.100 Ha. Mereka termasuk masyarakat adat yang terus konsisten “menutup” diri dari dunia luar, dan tidak terpengaruh oleh perkembangan zaman. Salah satu pikukuh (ketentuan adat) masyarakat Baduy adalah memegang teguh tatali karuhun. Kepatuhan pada adat istiadat dengan konsep tanpa perubahan. Temasuk tanpa perubahan dalam sikap menjaga kelestarian alam dan merawat alam sekitar. Dalam adat Baduy dikenal dengan ungkapan lojor teu beunang dipotong, pendek teu beunang disambung. Artinya panjang tidak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung. Hal ini memberi makna pada tata cara bercocok tanam yang tak boleh merubah kontur tanah, semisal membuat sengkedan atau terasiring.

Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar, warga Baduy lancar menggunakan bahasa Sunda dengan dialek Baduy dan Bahasa Indonesia. Walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan melalui sekolah, mereka pengetahuan dan cerita nenek moyang melalui tuturan secara lisan yang disampaikan orangtuanya. Mereka tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Semenjak kepemimpinan Presiden Soeharto, pemerintah telah berusaha untuk mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka. Namun, warga Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut.

Sebagai ilustrasi, SDN II Bojongmenteng merupakan salah satu sekolah yang berbatasan langsung dengan perkampungan Baduy luar. Seperti dituturkan Bapak Usep Suhendar, SPd.MSi (Kepala SDN II Bojong Menteng), kendati secara geografis sekolah itu tak jauh dan berbatasan langsung dengan pemukiman Baduy Luar dan Baduy Dalam, tak seorangpun anak-anak Baduy yang boleh bersekolah. “Tabu bagi anak anak Baduy Dalam dan Baduy Luar untuk bersekolah”. Kalau toh anak-anak itu datang ke sekolah, mereka hanya nonton, main-main di pelataran sekolah. Tak pernah masuk sekolah.

Masyarakat Baduy secara rutin melaksanakan seba sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan kepada pemerintahan sampai sekarang. Upacara seba adalah upacara pengantaran hasil bumi kepada pemerintah kabupaten atau provinsi yang dilakukan setahun sekali. Itulah ekspresi ketaatan warga Baduy kepada negara dan pemimpinnya. Mereka sangat hormat dengan kepada negara. Tak sebatas hanya mengikuti gelar Agustusan setiap peringatan HUT Kemerdekaan. Mereka berkhidmat pada negara dengan caranya sendiri. Mereka berbondong berbaris rapi berjalan kaki melakukan Seba dengan pengantaran hasil bumi kepada pemerintah Kabupaten dan provinsi. Warga Baduy berkhidmat pada negara dengan caranya sendiri! (Dinn Wahyudin - Guru Besar di UPI dan Ketua HIPKIN Pusat)***

Disclaimer: Kolom adalah komitmen Pikiran Rakyat memuat opini atas berbagai hal. Tulisan ini bukan produk jurnalistik, melainkan opini pribadi penulis.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat