kievskiy.org

Politisasi Kampus dalam Suksesi Kepemimpinan

Ilustrasi politik.
Ilustrasi politik. /Pixabay/Wokandapix

PIKIRAN RAKYAT - Politisasi kampus adalah keniscayaan. Andaikan Mahkamah Konstitusi (MK) pun tetap bersikukuh 'melarang' tempat pendidikan untuk tidak dijadikan ajang kampanye Pemilu, tetap saja kampus 'berpolitik'. Oleh karena itu, ketika MK 'meluruskan' Pasal 280 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu lewat Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023, maka respon publik, terutama kalangan dunia pendidikan, termasuk kalangan kampus tidak terlalu gaduh.

Karena realitasnya, kampus bukan hanya ekosistem akademik sebagai kawah candradimuka untuk mencerdaskan generasi penerus, melainkan juga merupakan laboratorium kehidupan, termasuk laboratorium politik dengan tetap mempertahankan basis dialektika ilmiah.

Apalagi jika paradigma politik dikembalikan pada khitah-nya. Politik itu pengabdian, pengorbanan dan kerelaan untuk berbuat yang terbaik bagi kepentingan bersama.

Politik itu seni (arts) berinteraksi, berkomunikasi, beraktivitas, dan berorganisasi baik pada tingkat mikro maupun makro dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Politik menyangkut semua aktivitas manusia, baik sosial, budaya, maupun ekonomi, sehingga tidak ada satu pun kehidupan manusia yang tidak tersentuh politik secara substansial (Sunatra:2016).

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Uji Formil UU Cipta Kerja, Buruh Kecewa dan Harapkan Perubahan

Menolak

Yang 'ditolak' kalangan kampus cenderung pada pemaknaan politik praktis; politik adalah perebutan kekuasaan; suksesi kepemimpinan Pemerintahan. Hal itu berangkat dari drama politik yang acapkali mempertontonkan Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, dan Pilkada Langsung cenderung lebih mengutamakan kepentingan kelompok, ketimbang kepentingan dan kebaikan bersama.

Kue kekuasaan selalu menjadi bancakan kelompok pemenang, sehingga konflik di antara pendukung pun seringkali terjadi. Hal itulah pesan politik yang selama ini banyak diterima rakyat, sehingga wajar jika jenama politik di mata rakyat pun buruk.

Oleh karena itu, kampus yang selama ini dianggap dan menganggap diri 'suci' diharamkan untuk menjadi ajang kampanye politik praktis sebagaimana amanah Undang-Undang Pemilu sebelum putusan MK. Sejatinya, memang kampus harus 'suci' dari perilaku politik yang kotor. Kampus harus menjadi inspirasi bagi sistem politik negara yang bersih.

Kampus harus menjadi laboratorium politik negara, termasuk praktek suksesi kepemimpinan kampus pun sejatinya menjadi 'dakwah bilhal' bagi tumbuhnya pemahaman sistem politik yang bersih dan ideal untuk seluruh sivitas akademika.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat