kievskiy.org

Ketum Jalur Kilat: Kaesang Pangarep Bukti Buruknya Praktik Partai Politik di Indonesia

Kaesang Pangarep jadi ketum PSI.
Kaesang Pangarep jadi ketum PSI. /Pikiran Rakyat/Asep Bidin Rosidin

PIKIRAN RAKYAT - Partai politik sejatinya telah mewarnai perjalanan Indonesia dimulai sejak tahun 1912 ditandai dengan berdirinya Indische Partij Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hajar Dewantara.

Partai politik pada dasarnya merupakan wadah untuk melakukan rekrutmen dan pendidikan politik kepada warga negara, termasuk di dalamnya melahirkan para pemimpin yang akan mendudukkan jabatan-jabatan publik yang bersifat politik.

Seiring berjalannya waktu, orientasi partai politik di Indonesia mulai bergeser dan cenderung pada perebutan kekuasaan dan upaya penguasaan terhadap beberapa sektor strategi bangsa. Lantas pertanyaan menariknya adalah apa permasalahan dari praktik politik di Indonesia hari ini?

Pola Rekrutmen yang Semrawut

Rekrutmen menjadi sumber utama, permasalahan partai politik di Indonesia hari ini. Perbedaan perilaku terhadap individu masyarakat dalam proses rekrutmen partai politik hampir terjadi disemua partai politik dan bukan menjadi hal yang baru.

Baca Juga: Dilema Jokowi: Isu Dinasti, Projo Dukung Prabowo, Megawati Marah?

Salah satu yang cukup fenomenal dan terjadi beberapa waktu lalu yakni proses rekrutmen putra bungsu Presiden Jokowi oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Bagaimana tidak, Kaesang Pangarep jelas diberikan karpet merah untuk bergabung menjadi kader PSI.

Hal ini dibuktikan dengan perlakuan partai bergambar mawar merah itu yang bertandang langsung ke kediaman Kaesang Pangarep sekaligus untuk memberikan Kartu Tanda Anggota (KTA) pada 23 September 2023 yang lalu.

Fenomena proses rekrutmen yang terkesan memberikan keistimewaan kepada orang-orang tertentu hampir terjadi di semua partai di Indonesia. Fenomena yang sama juga dapat dilihat pada proses rekrutmen Partai Gerindra terhadap Ridwan Kamil, Partai Gerindra terhadap Iwan Bule dan Dedi Mulyadi, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhadap Sandiaga Uno, dan masih banyak lagi kasus sejenis.

Dari kondisi yang berseberangan, sangat jarang bahkan kita menemukan adanya perlakuan yang demikian spesial oleh partai politik dalam proses rekrutmen terhadap calon kadernya yang memiliki keterbatasan ekonomi dan latar belakang yang bukan merupakan pejabat, atau mantan pejabat publik.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat