/photo/2021/08/20/1449292655.jpeg)
PIKIRAN RAKYAT - Remaja usia 10-24 tahun, berdasarkan Sensus Penduduk 2020 berjumlah 69,8 juta jiwa atau 25,84 persen dari 270 juta penduduk Indonesia. Populasi remaja yang besar mengakibatkan konsekuensi berupa masalah remaja yang besar pula. Menurut teori probabilitas, semakin besar populasi remaja di suatu wilayah, akan semakin besar pula masalah remaja di wilayah tersebut.
Banyak kajian ilmiah menjelaskan usia remaja adalah periode pubertas dan perkembangan organ reproduksi yang paling kritis. Pada aspek kejiwaan remaja mengalami perubahan yang dramatis.
Usia remaja disebut sebagai fase berakhirnya masa anak-anak. Namun pemikiran dan perilakunya belum cukup dewasa. Seringkali, para ahli menyebut remaja sebagai kelompok usia yang paling labil jiwanya.
Baca Juga: Childfree di Benak Milenial, Lebih Jauh dari Sekadar Urusan Rupiah
Perilaku remaja mudah terpengaruh pergaluan di lingkungannya. Kemajuan teknologi informasi juga memengaruhi perilaku remaja. Jika remaja berada di lingkungan pergaulan yang baik dan mengakses informasi digital yang baik. Peluang remaja berperilaku baik semakin besar.
Sebaliknya, jika lingkungan remaja didominasi perilaku buruk, informasi digital yang diakses keliru dan salah, kemungkinan besar remaja akan berperilaku buruk.
Akan tetapi tak bisa dimungkiri ada satu-dua remaja yang tetap berperilaku baik meski berada di lingkungan yang buruk dan mengakses informasi digital yang salah.
Perilaku baik di lingkungan yang buruk disebut penyimpangan yang positif (positive deviant). Sayangnya, masih sedikit studi yang menguak tabir di balik penyimpangan positif remaja tersebut.
Baca Juga: Blunder Kocak Pernyataan Pejabat Soal Covid-19, dari Nasi Kucing hingga Darurat Militer