kievskiy.org

Demo Kepala Desa dan Hasrat Mempertahankan Kekuasaan

Unjuk rasa menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa atau kades.
Unjuk rasa menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa atau kades. /Antara/Rivan Awal Lingga

PIKIRAN RAKYAT - Demonstrasi para kepala desa dalam menuntut revisi Pasal 39 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 untuk memperpanjang masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun, ramai diperbincangkan masyarakat. Mereka beralasan, masa jabatan 6 tahun belum cukup untuk meredam konflik sosial dan polarisasi yang muncul akibat pemilihan kepala desa dan menyusun program.

Puluhan ribu perangkat desa juga mendatangi Gedung DPR RI untuk menyuarakan tuntutan mereka, antara lain dukungan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan desakan memperjelas status mereka, baik menjadi pegawai negeri sipil (PNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (PPPK).

Demo yang dilakukan oleh para kepala desa dan perangkatnya menuai pro dan kontra di masyarakat. Bahkan, muncul demo tandingan yang menyuarakan agar jabatan kepala desa tetap seperti yang diamanatkan Undang-undang No. 6 tahun 2014.

Ada sisi yang berbeda yang ingin disampaikan di sini, bahwa secara naluriah memang ada dan banyak di antara kita yang berhasrat untuk berebut dan bahkan mempertahankan kepemimpinan atau kekuasaannya. Mengapa demikian?

Baca Juga: Ribuan Kepala Desa Minta Perpanjang Jabatan, Pakar: Jika Terlalu Lama Cenderung Korupsi

Hasrat Kekuasaan

Pemimpin itu elite yang memiliki power dan kekuasaan pada komunitasnya. Para pemimpin akan memperoleh privilese baik materiel maupun imateriel. Tidak semua pemimpin menggantungkan pengaruhnya pada kekayaan atau dukungan materi yang berlimpah.

Ada juga pemimpin yang sangat miskin secara materi, tetapi memiliki dampak pengaruh yang sangat luas dari kepemimpinannya. Contoh nyatanya adalah Nabi Muhammad SAW., demikian pula Yesus, Budha dan banyak lagi tokoh besar lainnya dalam sejarah.

Tetapi, ada yang berkeinginan menjadi pemimpin atau pejabat politik karena ingin
memperoleh privilese yang luar biasa dengan abai pada tanggung jawabnya. Jika
ini yang terjadi, maka pemimpin semacam ini hanya sekadar manusia pemburu
rente (rent seeking) kekuasaan belaka.

Persoalannya bukan salah atau tidak salah. Orang memiliki hasrat itu suatu hal yang wajar. Tetapi ada baiknya seperti ditulis oleh Alfan Alfian untuk mendengar nasihat Ki Ageng Suryomentaram, “Yang menangis adalah yang berpunya, yang berpunya adalah yang kehilangaan, yang kehilangan adalah mereka yang ingin".

Persis seperti yang disampaikan al-Ghazali, orang yang
mabuk kekuasaan akan sangat menyesal, sangat kehilangan, ketika sadar dari ‘mabuknya’, ternyata kekuasaannya sudah hilang.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat