kievskiy.org

Lebaran, Momentum Introspeksi untuk Perbaiki Sikap, Ucap, dan Lampah secara Bersama

Pikiran-Rakyat.com
Logo Share www.Pikiran-rakyat.com

 

PIKIRAN RAKYAT - Setelah lama terganggu Covid-19, kini mudik mulai menggelegar. Bahkan cuti bersama pun ditambah untuk mengantisipasi kemacetan menuju mudik. Kendati berbuka puasa bersama para pejabat diimbau ditiadakan, tetap saja ada yang melakukannya dengan sejumlah kemasan. Hanya saja, perjuangan untuk lebaran bersama masih belum dapat dipertahankan.

Jika Lebaran dimaknai sebagai kembalinya ke fitrah manusia yang suci, maka Lebaran menjadi momentum introspeksi diri untuk memperbaiki sikap, ucap, dan lampah secara bersama. Boleh jadi sejumlah kebutuhan hidup menuntut keragaman perilaku yang bisa bernuansa saling menggesek. Boleh jadi nilai yang ada terbungkus kebutuhan sehingga marwahnya meredup. Sepatutnya haruslah sebaliknya agar kebutuhan dikendalikan keagungan lebaran.

Kebersamaan

Ketika Snyder (1996) menuntut kehadiran courage, pastilah hal demikian bukan untuk mengalahkan pihak lain yang berseberangan. Di dalamnya juga mengandung makna adanya kelegowoan untuk menerima perbaikan untuk bisa dikompromikan sekaligus berani merangkul para pihak yang berbeda pandangan. Untuk itu pemaknaan prinsip dari setiap kandungan nilai mesti ditanamkan bersama agar tidak ditunggangi kepentingan lain yang mengotorinya.

Baca Juga: Perbedaan Penetapan Lebaran 2023 Harus Disikapi Bijak, Kita Selalu Bisa Jaga Toleransi

Boleh jadi banyak pihak menghendaki perbedaan warna sesuai kekhasannya. Tatkala hal demikian terus dikembangkan, perbedaan pastilah lebih menonjol sehingga kebersamaannya bisa terus melorot. Kondisi ini tidak bisa dipaksa dengan kebijakan yang dimiliki, namun perlu pendekatan yang bijaksana agar kesadaran untuk membangun kebersamaan menonjol kembali. Boleh jadi komunikasinya Edward III (1980) menjadi penting. Pendekatan bisa berhasil tatkala dilakukan secara jelas dan konsisten. Tatkala hal itu tidak dilakukan, pinter kodeklah namanya.

Boleh jadi dalam masyarakat yang dewasa dan maju hal di atas tidak terlalu penting akibat rasionya telah matang. Namun bagi masyarakat transisional, atau prismatiknya Riggs (1996) perlu menjadi perhatian. Bisa jadi sejumlah pihak berkepentingan mengasahnya untuk tujuan sejumlah pihak terkait. Hal seperti itu perlu bisa dihindari dengan integritas kebangsaan yang mengedepankan kepentingan negeri ketimbang kepentingan lain di luarnya.

Tidak mudah hal di atas dilakukan. Perseteruan kepentingan untuk bertahta sering kali mengkotakkan elemen masyarakat berdasarkan perbedaan berpikir, berperilaku serta beragama. Untuk itu, kekompakan elite negeri serta elit agama menjadi penting untuk sareundeuk saigel agar perbedaan tidak dikoyak menurut kepentingan yang berbeda Untuk itu diperlukan composure seperti Borstein (1996) sebutkan agar keikhlasan terbangun sekaligus memperteguh semangat kebersamaan.

Baca Juga: Multimakna Mudik: Berjemaah hingga Persaudaraan

Momentum

Lebaran menjadi momentum untuk menghadapi tantangan zaman yang kian ketat serta persaingan antarkepentingan yang semakin moncer. Mempersatukan komponen yang ada menjadi tugas berat tatkala sejumlah komponen asyik dengan kepentingan masing-masing. Mengubah orientasi bisnis untuk tidak sekadar mencari profit juga pekerjaan berat. Demikian halnya elemen pendidikan yang tidak hanya orientasi menjadi pekerja juga perlu perjuangan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat