kievskiy.org

Ketuhanan dan Ketahanan Sosial

Bendera Indonesia.
Bendera Indonesia. /Pixabay/mufidpwt

PIKIRAN RAKYAT – Ternyata bangsa yang maju adalah bangsa yang dalam kehidupannya tidak melibatkan Tuhan sebagai komponen sentral kehidupan. Mereka hidup cukup beradab dan menyenangkan, toleran dengan ikatan kepedulian sosial yang tinggi, hidup berdampingan, saling menolong, berpendidikan tinggi, bermoral, menghormati kaum lanjut usia, menghargai hak-hak anak dan hak asasi manusia, perekonomiannya berkembang baik, menyayangi lingkungan hidup, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.

Itulah sedikit kesimpulan dari hasil penelitian di negara-negara kawasan Skandinavia seperti Denmark, Swedia, dan Norwegia yang dilakukan Phil Zuckerman, Profesor Madya Sosiologi dari Pitzer College Amerika Serikat. Hasil penelitiannya ia tuangkan dalam sebuah buku "Society Without God". Tentu saja, hasil penelitian ini sangat mencengangkan bagi negara-negara yang mayoritas penduduknya berkeyakinan akan adanya Tuhan. Hasil penelitian ini bertentangan pula dengan hasil penelitian para pakar sebelumnya yang notabene berkebangsaan Amerika Serikat.

John Gardner, cendekiawan Amerika Serikat mengatakan, “Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika sesuatu yang dipercayainya itu tidak memiliki dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban besar.” Kita bisa menafsirkan kepercayaan yang dilontarkan John Gardner tersebut adalah kepercayaan kepada Tuhan, sebab kepercayaan kepada Tuhan akan melahirkan dimensi-dimensi moral dan peradaban yang bernilai besar. “Kepercayaan kepada Tuhan merupakan inti terdalam dari sebuah peradaban,” demikian kata Arnold Toynbee.

Baca Juga: Penyelenggara Negara Wajib Berkomitmen terhadap Pancasila, Nilai-nilainya Jadi Landasan Kebijakan

Jika suatu negara sudah memiliki kepercayaan kepada Tuhan seperti negara kita, tetapi keadaannya malah tidak semaju negara yang tidak peduli terhadap nilai-nilai ketuhanan, masyarakatnya malah terbawa arus ke dalam putaran degradasi moral, tingkat kriminalitasnya semakin menjadi-jadi, korupsi dianggap perbuatan biasa di kalangan birokrasi yang pejabatnya disumpah memakai kitab suci, ada apa dengan kepercayaan kepada Tuhan sampai tidak berpengaruh terhadap kehidupan sosial, berbangsa, dan bernegara?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, selayaknya kita sedikit menoleh terhadap proses perjuangan kemerdekaan negara ini. Dari sisi manusiawi, motivasi ingin hidup tanpa penindasan dari para penjajah menjadi pendorong para pejuang negeri ini rela berjuang, mengorbankan harta dan jiwa-raga demi kemerdekaan. Di sisi lainnya, kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan yang salah satu titahnya kewajiban membebaskan penindasan di muka bumi menjadi pendorong penguat perjuangan tersebut. Pekikan Allahu Akbar, meyakinkan akan adanya pertolongan Allah dalam setiap pertempuran merupakan salah satu buktinya.

Sangatlah tepat jika dalam pembukaan UUD 1945, para pendiri bangsa ini mengakui perolehan kemerdekaan bangsa ini atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dorongan kuat keinginan bangsa kita untuk meraih kemerdekaan. Bukan hanya dalam pembukaan UUD 1945 saja, sila pertama dari Pancasila juga menyatakan pengakuan akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini bermakna, aktivitas apa pun yang kita lakukan dalam memajukan kehidupan bangsa ini harus memiliki dua ruh yakni keinginan luhur hidup sejahtera, adil, dan makmur sejajar dengan bangsa lain, dan mempertahankan tatanan kehidupan sosial yang didasari ruh utama yakni mengimplementasikan nilai-nilai ketuhanan.

Baca Juga: Politik di Indonesia: Demokrasi dan Monster Bernama Oligarki

Dengan kata lain, meskipun asas negara kita tidak berlandaskan ajaran agama tertentu, tetapi nilai-nilai spiritual berlandaskan nilai-nilai ajaran agama harus mewarnai kehidupan bangsa ini. Sayangnya, ajaran luhur agama sering disandera para penganutnya di tempat ibadah. Tuhan Mahaada, Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengawasi ketika seseorang berada di tempat ibadah atau di tanah suci. Sementara ketika seseorang berada di tempat kerja, perkantoran, pasar, atau di tempat lainnya, Tuhan sering dianggap seolah-olah tidak ada, dianggap “Mahatuli”, “Maha Tidak Melihat”, dan “Maha Tidak Mengawasi.” Seandainya semua orang yakin akan segala ke-Maha-an yang melekat pada sifat Tuhan, tindak kejahatan apa pun akan semakin menurun intensitasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat