kievskiy.org

Pemerintah Perlu Kritik agar Tak Manipulatif dan Otoriter

Ilustrasi kritik.
Ilustrasi kritik. /Pixabay/Gerlat

PIKIRAN RAKYAT - Setiap pemerintahan, termasuk yang sedang dipimpin Presiden Joko Widodo saat ini, butuh kritik. Kalau tidak, pemerintahan akan tergelincir, manipulatif, koruptif, atau otoriter. Tentu kritiknya bukan sebatas sarkasme atau pelampiasan kekesalan, melainkan mengandalkan rasionalitas, pemahaman data secara akurat serta logika. Jika kritik terlalu mengandalkan retorika atau unjuk rasa, efeknya hanya di permukaan, sementara masalah-masalah yang lebih mendasar justru tidak tersentuh.

Kita menangkap kesan kritik yang mengemuka selama ini lebih bersifat emosional. Sementara yang cakupannya lebih luas, kurang terdengar. Kalaupun ada, hanya sekilas-sekilas saja. Dalam tradisi demokrasi yang sudah mengakar, kritik bisa disampaikan dalam banyak cara serta lewat berbagai medium. Kritik tidak melulu disampaikan lewat forum politik, melainkan juga dapat memanfaatkan media komunikasi dan sarana budaya seperti pers, teater, film, atau sastra. Tak kurang pentingnya adalah kalangan cendekiawan dan kampus. Kritik yang disampaikan dalam bentuk kreatifitas kesenian, biasanya akan menghasilkan gaung yang lebih luas.

Penyebab mandulnya kritik bisa bermacam-macam. Salah satunya adalah timbulnya perasaan nyaman, khususnya di kalangan intelektual dan generasi muda. Apakah perasaan nyaman seperti itu sedang dialami oleh sebagian besar warga Indonesia? Kalau melihat sepintas, dugaan ke arah itu ada gejalanya. Kondisi ekonomi yang terus membaik, menjadi salah satu alasannya.

Baca Juga: Simulasi Realitas

Mungkin kita kurang senang atau merasa curiga jika mendengar nama Karl Marx. Tapi mesti diakui, analisis sosialnya yang tajam masih terus menjadi bahan perbincangan sampai saat ini, terutama di lingkungan kajian filsafat. Menurut beberapa penafsirnya, Marx berpendapat, yang menentukan itu bukan politik atau ideologi tapi ekonomi.
Meski layak diperdebatkan, tapi tidak ada salahnya kalau kita ikut mencermatinya, dalam pola pikir yang amat sederhana. Misalnya, jika kita berbicara tentang tiga bakal calon presiden yang sedang menjadi bahan pembicaraan, apakah itu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan, tidak jarang muncul pertanyaan yang spekulatif, siapa yang berada di belakang mereka. Yang dimaksudkan bukan parpol pendukung serta pengusulnya, melainkan tangan-tangan tidak terlihat yang justru memainkan peran yang menentukan.

Kritik Tajam soal Neoliberalisme

Kita masih ingat ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Kabinet Indonesia Bersatu periode kedua. Kritikan tajam diarahkan kepadanya karena SBY mengangkat beberapa menteri yang dicurigai pendukung neoliberalisme. Yang menjadi perdebatan utama adalah karena neolib dipercaya sebagai pemikiran ekonomi yang menolak campur tangan pemerintah dalam sistem perekonomian nasional. Lebih tegasnya lagi, campur tangan pemerintah akan menimbulkan kelesuan. Kenyamanan berusaha akan terganggu.

Pemilihan presiden secara langsung, yang merupakan realisasi amendemen terhadap UUD 1945, menimbulkan dampak yang berkelindan. Di satu sisi, rakyat memiliki kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri, bukan lagi mempercayakan kepada MPR sebagaimana berlaku sebelumnya. Tapi di sisi lain dibutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Peran parpol yang sangat menentukan juga problematis, karena siapa pun yang akhirnya terpilih pada akhirnya harus mempertimbangkan koalisi. Artinya, calon yang tidak terpilih masih memiliki peluang untuk ikut memainkan peran politiknya.

Baca Juga: MK Bolehkan Kampanye di Sekolah dan Kampus, Akademisi Jangan Takut Kritik Pemerintah

Struktur pemerintahan yang dibangun seperti itu bisa menampilkan wajah ganda. Dari satu sisi, koalisi besar akan menghasilkan pemerintahan yang kuat serta kenyamanan usaha. Harapannya, kepentingan rakyat dapat diakomodasikan dalam berbagai program yang bermuara pada satu target, yakni kesejahteraan. Tapi dari arah sebaliknya, yang dialokasikan sebagai kepentingan rakyat membuka kemungkinan terjadinya manipulasi dalam skala besar. Perdebatan tentang neolib masuk lagi ke dalam konteks pemerintahan. Persaingan pasar serta prioritas kenyamanan berusaha masih layak untuk terus diperdebatkan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat