kievskiy.org

Melawan Korupsi: Tantangan Politik dan Kepercayaan dalam Hukum Indonesia

 Ilustrasi korupsi.
Ilustrasi korupsi. /Pixabay/www_slon_pics

PIKIRAN RAKYAT - Kapan negara kita akan terbebas dari korupsi? Pertanyaan tersebut terkesan mengabur diterbangkan angin, sementara KPK dan Kejaksaan Agung terus menangkap para koruptor. Bahwa korupsi terjadi di berbagai lembaga, apakah itu kabinet, parlemen maupun BUMN, pemerintahan daerah, hal itu menunjukkan bahwa kejahatan luar biasa tersebut berkelindan seperti tentakel gurita. Satu tangan dipotong, tangan-tangan lain dalam jumlah yang sulit ditebak, justru bermunculan.

Apakah aparat pemerintah kita sudah kewalahan mengatasi korupsi? Tentu kurang elok kalau dikatakan seperti itu meskipun kecenderungannya memang demikian. Kita merasa, lembaga hukum, termasuk di dalamnya lembaga antikorupsi, sudah kehilangan wibawa. Para koruptor tidak memandang hukuman yang akan diterimanya nanti sebagai sanksi yang berat, apakah itu sanksi pidana maupun sanksi moral.

Bahkan sanksi pidana terkesan menjadi bahan utak-atik logika. Sudah vonisnya dianggap terlalu ringan, hukumannya pun nanti akan direduksi dengan aturan remisi. Banyak alasan yang dapat digunakan untuk mendukungnya, sehingga logikanya bisa direka sedemikian rupa.

Selain itu akal-akalan terhadap hak politik para koruptor juga tak henti-hentinya diutak-atik. Seolah terkesan negara sangat peduli terhadap masalah hak asasi manusia.

Baca Juga: Politisasi Kampus dalam Suksesi Kepemimpinan

Politik dalam hukum di Indonesia

Yang belakangan menimbulkan kecurigaan adalah kepentingan politik yang bermain di wilayah hukum. Yang menjadi kasus pemicunya adalah penangkapan terhadap Johnny G Plate. Dia adalah kader partai Nasdem yang memperoleh kepercayaan sebagai anggota kabinet. Awalnya yang bersangkutan terkesan bekerja seperti seharusnya. Angin mulai bertiup setelah partai di mana dia bernaung mengambil keputusan memilih Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden. Karena sebelumnya media mengesankan Anies sebagai antitesa Jokowi, muncullah wacana berkaitan dengan kepentingan politik yang berperan di wilayah hukum.

Kita ingin percaya, lembaga yang berwenang di bidang hukum akan menempatkan hukum sebagai kepentingan utama. Bukankah sering dikatakan bahwa negara kita adalah negara hukum? Kita juga ingin percaya bahwa pelaku korupsi, apa pun pilihan politiknya, akan diproses berdasarkan hukum yang adil dan jujur. Tapi mungkin akan bingung jika ada yang bertanya, bagaimana dengan kasus Harun Masiku?

Pertanyaan bertambah kental setelah KPK melakukan penggeledahan di rumah Syahrul Yasin Limpo, baik di rumah dinasnya di Jakarta maupun rumah pribadinya di Makassar. Yang bersangkutan juga adalah kader Nasdem yang sedang menjabat sebagai anggota kabinet. Pada titik ini bukan sebatas pertanyaannya yang makin tajam tapi juga mengundang rasa curiga.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Uji Formil UU Cipta Kerja, Buruh Kecewa dan Harapkan Perubahan

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat