kievskiy.org

Refleksi Hari Oeang Republik Indonesia ke-77

Pedagang menunjukkan pecahan uang rupiah kuno di Pasar Baru, Jakarta, Jumat, 30 Oktober 2020.
Pedagang menunjukkan pecahan uang rupiah kuno di Pasar Baru, Jakarta, Jumat, 30 Oktober 2020. /Antara/Rivan Awal Lingga

PIKIRAN RAKYAT - Oeang Republik Indonesia (ORI) pertama kali diedarkan pada tanggal 30 Oktober 1946. Dalam ORI ini tercantum tanggal emisi 17 Oktober 1945 dan yang bertandatangan di atas ORI adalah Mr. A.A Maramis meskipun sejak November 1945 beliau tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan.

Saat peluncuran ORI, Wakil Presiden Mohammad Hatta menyampaikan pidatonya yang monumental melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta:

"Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah, tidak laku lagi. Beserta uang Jepang itu ikut pula tidak laku uang Javasche Bank. Dengan ini, tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita”.

Baca Juga: Masa Kampanye Belum Dimulai, Hoaks Pemilu 2024 Sudah Marak

Penerbitan ORI tanggal 30 Oktober 1946 menorehkan sejarah yang penting karena mata uang tidak saja sebagai instrumen ekonomi tetapi juga menjadi lambang kedaulatan suatu negara. Oleh karenanya, setiap tahun, momen tersebut diperingati oleh segenap jajaran Kementerian Keuangan sebagai Hari Oeang Republik Indonesia (HORI). Hal ini tentu tidak terlepas juga dari peran Kementerian Keuangan yang saat itu masih mengemban amanat sebagai pengelola kebijakan moneter. Adapun tahun 2023 merupakan peringatan HORI yang ke-77 dengan mengambil tema atau tagline “Kementerian Keuangan Melayani Lebih Baik”.

Pembenahan

Tema tersebut tentu sangat relevan dengan perkembangan reformasi di Kementerian Keuangan saat ini. Telah banyak perbaikan yang dilakukan, baik aspek pengelolaan pendapatan negara, maupun aspek pengelolaan belanja negara. Perbaikan dalam pengelolaan pendapatan negara antara lain dengan diterapkannya Modul Penerimaan Negara (MPN) G3 pada tahun 2019 yang ditandai dengan peningkatan kinerja sistem dan dilaksanakannya digital payment. Selanjutnya, untuk layanan yang bersifat strategis seperti ekspor dan impor tengah diuji coba pula mekanisme single billing di mana satu billing dapat digunakan untuk membayar beberapa tagihan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Di samping itu, untuk menjaga link/keterkaitan antar data, dilakukan juga pemadanan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pada saat pembuatan billing/tagihan juga diwajibkan untuk memasukkan NIK. Perubahan-perubahan tersebut memberikan kemudahan, fleksibilitas, dan transparansi kepada wajib bayar. Kanal untuk melakukan pembayaran telah tersedia sangat luas bahkan tersedia dalam genggaman tangan melalui gadget.

Baca Juga: Epistem Politik dan Hukum, Serta Perlunya Revolusi Ilmiah

Di sisi tata kelola belanja negara, upaya perbaikan dilakukan secara komprehensif dari hulu yaitu dari mulai tahap penyusunan anggaran. Pada tahun ini telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran menggantikan PP 90 Tahun 2010. Pengaturan yang baru makin menguatkan pilar penyusunan anggaran yaitu anggaran disusun berbasis kinerja, sifatnya terpadu, dan memperhatikan kerangka jangka menengahnya. Di samping penguatan aspek regulasi, di tataran teknis penyusunan anggaran juga sudah berbasis online. Pembahasan anggaran secara luring antara Ditjen Anggaran dan kementerian teknis sudah sangat terbatas.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat