kievskiy.org

Strategi Main Aman MKMK untuk Membersihkan Nama Baik Mahkamah Konstitusi

Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta.
Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta. /Antara/Muhammad Adimaja

PIKIRAN RAKYAT - Belakangan ini, terdapat stigma negatif terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai “Mahkamah Keluarga”. Hal ini dikarenakan adanya keterlibatan Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang seolah membentangkan karpet merah bagi keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden. 

Adanya hubungan kekeluargaan dalam memutus perkara tersebut kemudian menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi dan menganggap Putusan tersebut sarat dengan konflik kepentingan. Atas dasar itu 16 laporan dilayangkan kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman atas dugaan pelanggaran Kode Etik. 

Pada tanggal 7 November 2023, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), membacakan Putusan MKMK Nomor 2/L/MKMK/11/2023, yang menyatakan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik. 

Putusan tersebut dianggap setengah hati dan kurang berani karena hanya memberikan sanksi berupa pencopotan Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi dan melarangnya untuk terlibat dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan umum dan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah 2024 nanti yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.

Baca Juga: Pernyataan Sikap Forum Pemred PRMN terhadap Situasi di Palestina: Kami Menyebutnya Penjajah dan Genosida

Padahal, apabila kita melihat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari salah satu anggota MKMK, Bintan R. Saragih, yang berpendapat bahwa apabila Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik, maka sanksi yang seharusnya diberikan adalah pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya sebagai hakim MK, pendapat ini juga sejalan dengan ketentuan di dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 (PMK No. 1/2023).

Selain dari sanksi yang diberikan dalam putusan tersebut tidak sesuai dengan bentuk sanksi yang seharusnya diberikan kepada hakim konstitusi yang melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik, putusan ini juga tidak sesuai dengan harapan masyarakat yang menginginkan Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi. 

Dalam tulisan ini, kami hendak memberikan cara pandang lain dalam memahami pandangan  mayoritas anggota MKMK yang sebetulnya sedang ‘main aman’ untuk membersihkan nama baik Mahkamah Konstitusi dari isu konflik kepentingan menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.

Baca Juga: Presiden 2024 Harus Komprehensif Sikapi Kasus Narkoba, Jangan Terjebak Stigma Usang

Mayoritas anggota MKMK, Jimly Asshiddiqie dan Wahiduddin Adams mengambil langkah terobosan untuk mencopot Anwar Usman sebagai Ketua MK dan melarangnya untuk terlibat dalam mengadili perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024, terutama Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengannya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat