kievskiy.org

Dasa Prasanta dalam Kepemimpinan

Ilustrasi kepemimpinan.
Ilustrasi kepemimpinan. /Pixabay/RoonZ-nl

PIKIRAN RAKYAT - Menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 suhu politik sudah mulai terasa panas. Elektabilitas, ketenaran, kedudukan, kecerdasan, dan keuletan, balon Capres dan balon Cawapres, serta anggota legislatif dan kepala daerah sudah mulai digadang-gadangkan. Mereka berpropaganda ‘mempertontonkan’ kepiawaiannya. Siapa yang lebih ‘cerdik, berstrategi cantik dan apik’, serta menarik perhatian agar dipilih, dialah yang akan berhasil.

Menjadi seorang pemimpin itu tidaklah mudah, banyak persyaratan yang harus dipenuhi dan diperjuangkan. Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian (SSK), mengungkap bahwa sebelum menjadi pemimpin, terlebih dahulu harus merasakan menjadi ‘abdi’ dan ‘pelayan’ yang baik. Menjadi pemimpin tidak serta merta memimpin, ada proses yang dimulai dari bawah.

Konsep kepemimpinan Sunda disebut parigeuing, yakni kepemimpinan dengan segala kearifan, kebesaran, berkarakter, kharismatik, yang mengedepankan moral, etika, aturan, dan petuah berharga, tentang bagaimana ngageuing batur ‘mengingatkan orang lain’ tanpa disadari, untuk mencapai tujuan bersama.

Maka dari itu, seorang pemimpin menurut Sanghyang Siksakandang Karesian (SSK) dituntut memiliki sifat Dasa Prasanta ‘sepuluh sifat yang baik dan harus dilaksanakan dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab’.

Baca Juga: Capres-Cawapres 2024 Perlu Tiru Sikap Rasulullah Dinginkan Suasana dan Rangkul Semua Pihak

Pemimpin harus bijaksana (guna), dalam segala hal dan bersikap adil kepada semua bawahan atau rakyatnya, ketika menjalankan aturan dan menangani berbagai masalah. Tidak boleh déngdék topi ‘berat sebelah’, dan harus diiringi dengan sikap adil. Pemimpin harus ramah, baik hati kepada siapa pun, dan menghormati orang lain, termasuk kepada bawahannya yang lebih tua usianya. Rasa kagum (hook) terhadap bawahan atau rakyat yang memiliki prestasi atau melakukan pekerjaannya dengan baik, sebagai penghargaan kepada bawahannya, meskipun hanya sekedar memuji karyanya. Atasan dan bawahan harus saling menghargai peran masing-masing.

Andai seorang pemimpin mampu ‘memikat hati atau mempesona’ (Pésok), bawahannya atau lawan bisnisnya, itu sebuah nilai plus bagi dirinya, baik melalui tutur kata dan bahasanya, paras, senyuman, maupun body language-nya, sehingga diplomasi bisnisnya yang dilakukannya akan berhasil. Hal ini juga bisa dilakukan terhadap bawahannya, dengan tutur katanya yang lemah lembut tetapi tegas, akan membuat bawahannya hook ‘terpikat’ dan berusaha bekerja dengan sungguh-sungguh, apalagi kalau diiringi dengan perasaan sayang (Asih) menganggap anak buah atau bawahannya seperti keluarganya sendiri. Sifat ini pun berkaitan dengan sifat ‘iba atau simpati’ (Karunya) yang haris dimiliki oleh seorang pemimpin. Sifat iba dan peduli terhadap sesama, termasuk kepada anak buah atau para pekerjanya akan menumbuhkan rasa percaya diri bawahan dari kekurangan yang dimilikinya.

Seorang pemimpin menurut SSK harus mampu ‘membujuk’ (Mupreruk) seandainya ada pekerja atau bawahannya yang mogok kerja. Di sinilah peran pemimpin, harus mampu membujuknya, agar bawahannya mau melakukan tugasnya dengan baik. Mupreruk juga bisa dilakukan dalam bernegosiasi dengan rekanan kita agar mau bekerjasama. Sesekali seorang pemimpin harus mau ‘memuji dan mengoreksi’ (Ngulas), sebagai penghargaan kepada bawahannya, agar lebih meningkatkan kinerjanya, yang akhirnya akan meningkatkan pemasukan bagi perusahaannya. Jika bawahannya melakukan kesalahan, kewajiban pemimpin pun harus mengoreksinya.

Baca Juga: Kredibilitas Prabowo-Gibran Bisa Merosot, Syahwat Kekuasaan Lumpuhkan Akal Sehat

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat