kievskiy.org

Polemik Parkir Berlangganan

Ilustrasi parkir.
Ilustrasi parkir. /Pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Dinas Perhubungan Kota Bandung sedang merancang kebijakan untuk mengatur sistem pemungutan parkir di Kota Bandung, yakni dengan konsep parkir berlangganan. Sesuatu yang tentunya menarik tapi perlu dikaji secara mendalam dan bijaksana. Apalagi tujuan dari parkir berlangganan ini adalah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Sesuatu yang tentunya perlu dipertimbangkan dalam konteks pelayanan publik. Mengingat banyak persoalan terkait pelayanan perparkiran di Kota Bandung, yang dalam implementasinya menyisakan masalah dan inefisien, seperti penerapan e-parkir yang gagal, larangan parkir di badan jalan yang tidak efektif, parkir valet yang semakin banyak lokasinya dan membebani masyarakat, serta lain-lainnya.

Kota Bandung sebagai suatu kota otonom, memang diberi kewenangan oleh kebijakan otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri dan otonom dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun, yang menjadi perhatian juga adalah bahwa dalam rangka tujuan otonomi tersebut, kiranya potensi-potensi yang dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah harus dipikirkan dan dipertimbangkan dengan baik dan matang, apalagi itu berkaitan dengan pelayanan publik. Argumentasi hakikinya sederhana, yaitu karena tugas dan fungsi utama pemerintah adalah mengatur dan mengurus urusan dan kepentingan publik. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk mendahulukan kepentingan masyarakat dalam pelayanan, mempermudah urusan masyarakat dan memberikan kepuasaan kepada masyarakat dalam pelayanan serta untuk meningkatkan kesejahteraannya. Bukan sebaliknya, dalam konteks meningkatkan pendapatan asli daerah, tetapi tidak berkontribusi banyak bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat bahkan cenderung membebani masyarakat dan tidak ada kontraprestasi yang dialami masyarakat. Padahal retribusi adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Retribusi

Retribusi dalam konteks pembangunan di daerah sebetulnya merupakan salah satu sumber pendapatan daerah. Jadi sah-sah saja bila pemerintah daerah melakukan pungutan retribusi untuk mencari dana dalam proses pembangunan, termasuk berkaitan dengan retribusi parkir kendaraan bermotor. Kota Bandung yang jumlah kendaraan bermotornya ada 2,2 juta unit dari 2,4 juta jiwa per Februari 2023. Tentunya menjadi potensi sumber pendapatan daerah bagi pemerintah Kota Bandung. Sayangnya, masalah perparkiran ini selalu menjadi isu publik yang mendapat perhatian serius karena sistem pengelolaan dan pemungutannya yang kurang baik dan efektif. Sesuatu yang kemudian berimplikasi negatif bagi masyarakat dan Pemerintah Kota Bandung sendiri, seperti kehilangan kendaraan, helm, ataupun kehilangan potensi penerimaan pendapatan asli daerah akibat parkir liar dan dikelola oleh oknum untuk kepentingan pribadi dan/atau kelompoknya.

Baca Juga: Persib Bandung Kehilangan Karakter, Tugas Berat Menanti Bojan Hodak

Permasalahan-permasalahan tersebut, barangkali menjadi pemicu untuk merancang sistem pemungutan retribusi yang baru, yakni dengan sistem parkir berlangganan oleh Dinas Perhubungan. Sebuah gagasan yang tentunya menarik dan inovatif dalam sistem pemungutan parkir. Meskipun beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, yakni Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten/Kota Kediri, Kabupaten Tulungagung, dan yang lainnya telah menerapkan parkir berlangganan. Sebuah sistem pemberian jasa parkir kepada masyarakat yang pemungutan retribusinya dilakukan dengan berlangganan yang dibayar oleh wajib retribusi sekali setiap beberapa waktu.

Namun pertanyaan pentingnya adalah apakah sistem pemungutan parkir baru ini lebih banyak manfaatnya ketimbang apa yang sudah dilakukan di Kota Bandung sebelumnya melalui sistem e-parkir plus konvensional? Kalau tujuannya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah akibat risiko kebocoran pendapatan dari sistem e-parkir plus konvensional serta menurunkan tingkat kehilangan kendaraan bermotor yang terjadi selama ini? Tentunya pilihan sistem pemungutan ini menjadi tepat untuk dapat diterapkan di Kota Bandung. Tetapi apabila masalah-masalah klasik itu masih saja terjadi kembali, bahkan lebih banyak membebani masyarakat. Kiranya perlu dipertimbangkan lagi.

Belajar

Kalau kita belajar dari berbagai daerah di Jatim yang sudah dievaluasi implementasi kebijakan parkir berlangganan, pada umumnya belum optimal kinerja implementasinya. Bahkan permasalahan-permasalahan klasik terkait dengan parkir ini selalu terjadi kembali seperti, penarikan double oleh juru parkir kepada masyarakat. (Kasus ini sama seperti parkir valet di Kota Bandung, masyarakat sudah bayar parkir valet, malah bayar lagi parkir yang biasanya). Kinerja pengawas yang kurang optimal dalam menjalankan tugasnya. Konflik juru parkir liar dengan juru parkir resmi. Pelayanan parkir yang tidak optimal, misalnya dalam menjamin kehilangan kendaraan ataupun helm. Selain itu, sumber daya manusia yang terbatas, baik juru parkir maupun pengawas dengan cakupan wilayah perparkiran yang luas. Sehingga kebocoran dalam pemungutan parkir pun terjadi dan upaya peningkatan pendapatan asli daerah dari sistem pemungutan berlangganan ini pun belum optimal.

Baca Juga: Generasi Muda dan Politik: Mengapa Minat Berkurang?

Persoalan-persoalan klasik ini, kiranya dapat menjadi pertimbangan rasional dalam konteks rencana penerapan sistem pemungutan retribusi parkir berlangganan di Kota Bandung. Apabila nanti pilihan penerapan ini pun masih mendatangkan masalah yang sama dalam sistem pengelolaan parkir di Kota Bandung. Barangkali saat ini, pemerintah Kota Bandung disarankan lebih berbenah diri untuk fokus melakukan optimalisasi sistem manajemen pelayanan e-parkir plus konvensional yang selama ini berlaku. Lakukan evaluasi secara komprehensif sistem manajemen parkir yang ada, sehingga pelayanan publik terkait parkir ini menjadi lebih optimal dan memuaskan masyarakat.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat