kievskiy.org

Teknologi, Buat si Kaya Makin Kaya tapi Mendorong Manusia Lain Jadi Pengangguran

Ilustrasi teknologi.
Ilustrasi teknologi. /Pexels/Soumil Kumar

PIKIRAN RAKYAT - "BOOM vs Doom. Debating the Future of US Economy", begitu tema acara yang diadakan oleh Chicago Council of Global Affair pada 31 Oktober 2016, di Chicago's Northwestern University. Dua pembicara yang akan berdebat adalah dua orang ekonom besar, dengan spesialis yang sama, yakni sejarah ekonomi. Yang pertama adalah Robert J Gordon. Buku mutakhirnya, "The rise and fall of American Growth", terbit beberapa bulan sebelum acara debat berlangsung.

Gordon menggunakan pendekatan utama bernama Total Factor Productivity (TPP) di dalam bukunya, yang mengukur pengaruh perkembangan SDM dan teknologi terhadap pertumbuhan. Temuanya, revolusi industri yang diawali dengan penemuan mesin uap, lalu berlanjut dengan temuan listrik dan combustion engine secara revolusioner telah mem-boosting pertumbuhan ekonomi. Inovasi di era ini benar-benar revolution, katanya.

Tapi inovasi setelah itu, pengaruhnya terhadap pertumbuhan tidak signifikan. Di dalam acara tersebut, Gordon mengatakan, penggunaan desktop dan komputer di perkantoran masih sama dengan cara kantor menggunakannya lima belas tahun lalu. Pembayaran dengan cara scan barcode di supermarket masih tak mengubah prinsip transaksi pada umumnya. Teknologi 3D printing tidak mengubah arsitektur sektor manufaktur dan lain-lain. Dengan kata lain, tidak transformational. Karena itu, Gordon memandang inovasi pascapenemuan electricity and combustion engine dengan sangat pesimis.

Baca Juga: Kebingungan Mencari Wakil Presiden

Pembicara kedua adalah Joel Mokyr, yang banyak menulis buku tentang peran teknologi pada perekonomian, seperti revolusi industri dan pengaruh perkembangan teknologi terhadap ekonomi di Inggris dan dunia. Buku barunya terbit dua tahun setelah acara, 2018, berjudul "The Culture of Growth". Joel kurang sependapat dengan Gordon. Setidaknya, kata Joel, teknologi hari ini telah membuat teknologi kita lima belas tahun lalu terlihat sangat ketinggalan zaman. Perkembangan di bidang genetic engineering, medical science, 3D printing, dan laser technology, akan memiliki prospek bagus untuk pertumbuhan ekonomi ke depan, kata Joel.

Perdebatan semacam ini sebenarnya bukanlah hal baru. Tahun 1938, Alvin Hansen, profesor ekonomi Harvard yang mengaku sebagai murid langsung John Maynard Keynes, memperkenalkan istilah "secular stagnation" ke ruang publik. Pertumbuhan ekonomi Amerika tak akan bergerak progresif lagi, katanya, karena semua ingredient dan jurus pertumbuhan telah dikeluarkan, yakni technological progress dan population growth. Tapi, akhirnya Amerika menemukan sumber pertumbuhan baru pascaperang dunia kedua, yakni konsumerisme.

Jadi, pandangan Gordon sangat bisa dipahami, setidaknya untuk konteks Amerika, karena inovasi teknologi terkini setelah electricity dan combustion engine tak lahir dari ruang hampa, tapi sebagai pengembangan dari teknologi sebelumnya. Itu yang membedakannya dengan mesin uap, tenaga listrik, dan combustion engine.

Baca Juga: MA Kabulkan Kasasi, Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati

Apa risikonya? Risikonya, teknologi baru mendisrupsi teknologi lama, yang lama-lama justru saling membunuh. Walhasil, teknologi baru tidak menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru tersendiri, tapi menjadi sumber pertumbuhan yang menggantikan peran dari teknologi lama. Karena itulah sifatnya tidak transformasional.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat